REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Indonesia Corruption Watch (ICW) meminta Kementerian Pertahanan (Kemenhan) mengklarifikasi secara detil soal pengadaan enam pesawat tempur Sukhoi SU 30 MK2 dari Rusia. Klarifikasi itu, termasuk adanya keterlibatan broker atau agen dalam pembelian itu.
"Pemerintah dalam hal ini Kementerian Pertahanan belum menjelaskan terkait selisih harga pembelian enam Sukhoi SU 30 MK2, sebesar 56,7 juta dollar Amerika atau setara dengan Rp538,6 miliar," kata wakil Koordinator Indonesia Corruption Watch (ICW), Adnan Topan Husodo, dalam jumpa pers di Kantor Kontras, Jakarta, Rabu (14/3).
Diakuinya, Kemenhan telah menyanggah bahwa dalam pembelian 6 unit Sukhoi itu tidak ada unsur penggelembungan harga karena didasari oleh sebuah argumen bahwa masing-masing unit pesawat dibeli dengan 54,8 juta dolar AS atau harga keseluruhan mencapai 328,8 juta dolar AS.
Sementara total anggaran yang dialokasikan untuk pembelian senilai 470 juta dolar AS. Sisa anggaran sebesar 141,2 juta dolar AS menurut Kemhan digunakan untuk membeli 12 mesin dan pelatihan 10 pilot," kata Adnan.
Namun, lanjut dia, bila dihitung secara kasar harga umum dari 12 mesin dengan masing-masing mesin seharga 6 juta dolar AS, maka total untuk kebutuhan itu adalah 72 juta dolar AS.
Sementara untuk pelatihan 10 pilot dengan asumsi total anggaran mencapai 12,5 juta dolar AS, maka masih ada selisih harga sebesar 56,7 juta dolar AS atau setara Rp 538,6 miliar. "Ini belum dapat dijelaskan oleh Kemhan untuk kepentingan apa?" katanya mempertanyakan.