REPUBLIKA.CO.ID, EATTLE - Tentara Amerika Serikat pelaku penembakan yang menewaskan 16 warga desa Afghanistan pada akhir pekan lalu ditangkap. Ia ditempatkan di markas tentara selatan Seattle.
Markas Gabungan Lewis-McChord (JBLM), yang diperkirakan bakal menjadi mahkamah militer bagi serdadu itu, juga baru menggelar serangkaian sidang bagi regu pembunuh, yang dituduh mengakibatkan kematian mengerikan warga Afghanistan pada 2010. Pangkalan luas itu pada 2011 menjadi saksi lonjakan bunuh diri. Sejumlah 12 tentara mencabut nyawa mereka di tengah keraguan seputar metoda penanganan kelainan pasca-tekanan traumatik (PTSD).
Markas itu kini menjadi tempat bagi lebih dari 40.000 prajurit, 'preman' dan keluarga yang tinggal di pangkalan itu dan di lingkungan sekitarnya. Pangkalan militer itu juga disebut sebagai markas tentara paling bermasalah oleh surat kabar "Stars and Stripes" pada 2010.
Jorge Gonzalez, kepala pusat sumberdaya manajemen veteran, menyatakan tidak terkejut dengan penembakan tersebut. "Itu bukan hanya prajurit nakal. JBLM adalah markas buruk, dengan banyak masalah berat di kepemimpinan. Kampus Fort Lewis sudah ditutup tahunan lalu," katanya dalam pernyataan laman.
Tentara Amerika Serikat di balik pembantaian itu dikabarkan berusia 38 tahun dan ayah dari dua anak. Ia meninggalkan pangkalan tersebut pada Desember dalam penempatan pertamanya di Afghanistan sesudah tiga putaran di Irak, kata pejabat pertahanan negara adidaya itu.
Juru bicara pangkalan itu menolak menanggapi tentang tentara terdakwa itu. Namun laporan media menyatakan keluarganya sudah pindah ke pangkalan di negara bagian barat laut itu, Washington, untuk perlindungan.
Pelaku ialah anggota Divisi Infanteri 2, Brigade Stryker 3, kata laporan media. Juru bicara Pentagon George Little menyatakan ia berusia 30-an, tapi bersikeras namanya akan dirahasiakan hingga diadili.
Tindakan brutalnya memicu peringatan kemungkinan lonjakan kekerasan yang didorong kebencian terhadap Amerika Serikat. Ia didiagnosis mengidap cedera otak traumatik (TBI) setelah kendaraan non-tempurnya terguling di Irak pada 2010, kata pejabat pertahanan, yang minta tak disebut namanya
Soal diagnosa TBI dengan PTSD, tidak diketahui apakah ia baru saja menderita dan masih mengalami kelainan itu atau pernah menderita PTSD sebelumnya.
Namun itu tak menghentikan pertanyaan sekaligus keraguan terhadap metoda pengobatan tentara yang mengalami gangguan tersebut. Muncul kecurigaan bahwa diagnosis PTSD ratusan serdadu diubah oleh dokter tentara.