REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan segera mengeksekusi paksa Walikota Bekasi nonaktif Mochtar Mohamad sesuai putusan Mahkamah Agung (MA). Namun, pihak Mochtar sendiri menolak dieksekusi, Kamis (15/3). Terdakwa kasus korupsi APBD Bekasi itu keberatan dieksekusi dengan dalih belum mengantongi salinan surat putusan kasasi.
"Klien kami menolak dieksekusi hari ini karena belum menerima salinan surat putusan," kata kuasa hukum Mochtar, Sira Prayuna, di kantor KPK, Kamis. Sira menjelaskan, kliennya sudah menerima surat panggilan eksekusi dari KPK. Hanya saja, proses eksekusi yang akan dilakukan hari ini, dinilai Sira, cacat hukum.
Menurutnya, sesuai Pasal 270 UU KUHAP, jaksa bisa melakukan eksekusi setelah ada salinan surat putusan resmi dari panitera pengadilan tingkat pertama. "Kalau mau eksekusi kan harus ada salinan putusan resmi. Tadi saya cek ke panitera pengadilan Tipikor Bandung, salinan putusannya itu belum ada," ujar Sira.
Pengadilan tingkat kasasi menyatakan Mochtar bersalah melakukan beberapa tindak pidana korupsi, antara lain menyuap anggota DPRD Bekasi sebesar Rp 1,6 miliar untuk memuluskan pengesahan APBD tahun 2010. Dia juga menyalahgunakan anggaran makan minum sebesar R 639 juta, penyuapan untuk mendapatkan Piala Adipura tahun 2010 senilai Rp500 juta, serta penyuapan pegawai Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) senilai Rp 400 juta agar mendapat opini wajar tanpa pengecualian.
Oleh MA, Mochtar dijatuhi hukuman penjara selama enam tahun dan denda Rp 300 juta serta uang pengganti Rp 639 juta. Sebelumnya di Pengadilan Tipikor Bandung, Mochtar divonis bebas.