REPUBLIKA.CO.ID, KABUL -- Presiden Afghanistan Hamid Karzai meminta pasukan NATO pergi dari negaranya, Kamis (15/3). Dalam pernyataan yang hampir bersamaan, Taliban mengatakan mereka menunda pembicaraan damai dengan AS. Taliban menyalahkan AS atas pernyataannya yang tidak terduga dan tidak jelas. Pernyataan Taliban dalam bahasa Inggris dirilis ketika Panetta meninggalkan Afghanistan.
Karzai, dalam pernyataan dari kantornya setelah bertemu Menteri Pertahanan AS Leon Panetta mengatakan keputusannya itu diambil setelah tragedi penembakan 16 warga sipil. Menurutnya, tragedi tersebut telah membahayakan hubungan antara Afghanistan dan AS.
Menurut Karzai, segala usaha perlu dikerahkan untuk menghindari terulangnya kejadian serupa. Ia juga memperingatkan, kejadian itu telah melukai kepercayaan Afghanistan terhadap pasukan asing.
Penembakan di Provinsi Kandahar membuat strategi Barat di Afghanistan dipertanyakan. Begitu juga dengan percepatan penarikan pasukan. Pernyataan Taliban semakin membuyarkan negosiasi NATO mengenai perang.
Negosiator AS dan Taliban dipercaya telah melakukan kontak awal di negara teluk Qatar untuk negosiasi damai. Namun, negosiasi ditunda sampai AS menetapkan sikapnya atas isu ini dan sampai AS menepati janjinya menyelesaikan permasalahan.
Taliban mengatakan, pembicaraan mereka dengan pemerintahan Karzai menemui jalan buntu.
Panetta berada di Kabul selama dua hari. Kunjungannya bertujuan meredakan amarah warga Afghanista dan membicarakan soal insiden penembakan. Afghanistan ingin agar tentara penembak diadili secara transparan. "Saya meyakinkan Karzai dan menyesal atas apa yang terjadi," ujar Panetta kepada wartawan sebelum meninggalkan Afghanistan.