REPUBLIKA.CO.ID, KAIRO -- Jaksa Mesir mendakwa 75 warga Mesir atas pembunuhan dan kelalaian terkait dengan kerusuhan sepak bola mematikan bulan lalu, Kamis (15/3).
Dalam kerusuhan tersebut, setidaknya 75 orang tewas. Kerusuhan di stadion Port Said itu merupakan yang terburuk di dunia sepak bola dalam 15 tahun terakhir.
Mereka yang didakwa termasuk sembilan petugas polisi dan dua anak di bawah umur. Kepala Keamanan Port Said saat kerusuhan Mayjen Issam Samak juga termasuk yang didakwa.
Kerusuhan terjadi begitu wasit meniupkan peluit tanda berakhirnya pertandingan. Saat itu, pertandingan berlangsung antara kesebelasan Kairo al-Ahly dan Port Said al-Masry.
Tim tuan rumah menang 3-1. Namun, para pendukung tim itu menyerang pendukung tim lawan. Saksi mata mengatakan kerusuhan berlangsung sekitar 30 menit. Banyak saksi menyatakan bahwa polisi di stadion idak melakukan apapun untuk menghentikan pertumpahan darah.
Sebuah pernyataan kantor jaksa umum Mesir mengatakan tuduhan itu didasarkan pada rekaman video kerusuhan dan pengakuan dari tersangka. Kerusuhan tersebut sebelumnya telah direncanakan sebab para pendukung membawa pisau, batu dan bahan peledak. Fans dari kedua tim memiliki sejarah permusuhan.
Kerusuhan di Port Said menyebabkan liga sepak bola dibatalkan. Selama berhari-hari orang-orang turun ke jalan. Mereka menuduh Kementerian Dalam Negeri yang bertanggung jawab atas kepolisian tidak melakukan apapun untuk melindungi pendukung Al-Ahly.
Federasi Sepak Bola Mesir belum menjatuhkan hukuman bagi pendukung al-Masry atas kerusuhan tersebut. Akibat kerusuhan tersebut, al-Ahly akan dipindahkan ke liga yang lebih rendah dan melarang setiap pertandingan resmi klub tersebut.