REPUBLIKA.CO.ID,Perubahan situasi politik di Indonesia saat itu membawa dampak terhadap Koes Bersaudara. Setelah merasakan pahit getirnya sel penjara, keempat bersaudara ini akhirnya keluar tahanan pada 28 September 1965. Namun, kegiatan keempat bersaudara ini masih diawasi oleh pemerintah. Meski mereka diperbolehkan keluar dan melakukan show, namun seminggu sekali Tonny dan adik-adiknya dikenakan wajib lapor ke kejaksaan.
Pengapnya ruangan sel di penjara, ternyata tak mematikan kreativitas keempat anak muda ini. Terbukti pada 1967, Koes Bersaudara mengeluarkan album Piringan Hitam mereka yang diberi judul Jadikan Aku Dombamu. Album yang direkam Dimita Molding Ltd dengan label Mesra ini berisi 12 lagu di antaranya memotret keadaan fisik dan perasaan mereka dalam penjara. Beberapa lagu seperti Balada Kamar 15 dan lagu ciptaan Yon Koeswoyo yang berjudul Rasa hatiku, menggambarkan perasaan mereka menghirup pengapnya sel.
Di album ini, Koes Bersaudara tidak hanya mengandalkan vokal Yon Koeswoyo dan Yok Koeswoyo tetapi untuk pertama kalinya Tonny Koeswoyo ikut menyumbangkan suaranya.
Perlahan-lahan, warna musik Koes Bersaudara mulai berubah. Seiring waktu, keempatnya semakin serius dan dewasa dalam bermain musik. Album Koes Bersaudara berikutnya adalah To The So Called The Guilties. Di album ini, keempatnya mulai memasukkan unsur rock dalam aransemen musiknya. Lagu To The So Called The Guilties, dan Poor Clown dalam album ini sarat dengan harmoni yang cukup menghentak. Tak hanya itu, Tonny menulis lirik Untukmu dengan balutan musik rock. Hal ini mematahkan pakem saat itu bahwa tidak mungkin lagu rock menggunakan lirik Indonesia. Karena peralatan yang sangat sederhana kala itu, unsur rock dimasukkan melalui cara bernyanyi Tonny Koeswoyo dan pemetikan lead guitar yang amplifiernya didistorsikan dengan menaikkan volume trebelnya secara ekstrem.
Bahkan, saat penganugerahan BASF Award tahun 1992, Achmad Albar, vokalis God Bless, secara jujur menyatakan bahwa Koes Bersaudara sebenarnya merupakan pelopor grup musik Rock di Indonesia.
Seiring dengan situasi perpolitikan Indonesia yang semakin tidak menentu, tawaran show mereka menurun drastis. Sehingga, pemasukan secara finansial menyurut pula. Karena alasan itulah Nomo Koeswoyo mengajukan alternatif untuk bekerja sambilan di luar musik. Rupanya Tonny Koeswoyo bersikukuh agar adiknya disuruh memilih 'Musik atau Bisnis'. Dengan sangat berat hati Nomo Koeswoyo meninggalkan posisinya sebagai drummer band tersebut. Keluarnya Nomo jelas sangat memusingkan Tonny. Ia pun kelabakan mencari penggantinya. Beberapa drumer termasuk Fuad Hasan drumer tersohor milik God Bles mencoba mengisi kekosongan pemain drum Koes Bersaudara tersebut. Sampai akhirnya Tommy Darmo-lah yang mengajak Murry, drummer band Patas milik Kejaksaan Agung menghadap Tonny Koeswoyo.
Dan Tonny Koeswoyo tidak hanya tertarik kepada kepiawaian Murry menggebuk drum tetapi kesederhanaan penampilannya seperti anak-anak Koeswoyo lainnya. Maka, Koes Bersaudara berubah menjadi Koes Plus. Walaupun tidak lagi berada di belakang drum, kepekaan bisnis Nomo Koeswoyo berguna sebagai Manajer Show Koes Plus. Nomo pun belakangan ternyata berhasil mengembangkan perusahaan rekaman Yukawi. Salah satu pemusik yang berhasil diorbitkan perusahaan ini adalah Oma Irama, yang kelak dikenal sebagai raja dangdut di Indonesia.
Jiwa musisi Nomo pun tak terhenti. Setelah kondisi di Indonesia relatif lebih stabil, Nomo membentuk band baru yaitu No Koes dan Nobo. Namun kerinduannya bermain bersama saudara-saudaranya, membuat tawaran Tonny untuk menghidupkan kembali Koes Bersaudara langsung disanggupinya.
Pada Januari 1977, keempat bersaudara ini mengeluarkan album Seri Perdana yang menghasilkan sejumlah hits yaitu Kembali, Cepat, Ayah, Haru, dan Bahagia. Tak hanya itu, keempat bersaudara ini juga merekam versi Pop Jawa Volume 1 yang antara lain berisi lagu Bunder Bunder.
Sayangnya usai sukses di album ini, popularitas Koes Bersaudara mulai menurun ketika mereka merilis album Volume 2. Sambutan penggemar musik Indonesia terhadap kembalinya Koes Bersaudara tidak sesuai dengan harapan Tonny Koeswoyo dan adik adiknya. Tahun 1979 Koes Bersaudara mencoba dibangkitkan lagi dengan album Boleh Cinta Boleh Benci (PL-391) yang anehnya diiringi oleh peluncuran album No Koes.
Pemunculan album dengan pembaruan konsep bermusik pada Koes Bersaudara Glodok Plaza Biru (PL-475) tidak dirasakan oleh penggemar musik di Indonesia, kecuali hanya memenuhi kepuasan kolektor album-album Koes. Demikian pula Koes Bersaudara 87 Kau Datang Lagi, disambut adem ayem oleh penggemar musik Indonesia.
Kreativitas Tonny dan ketiga saudaranya tak berhenti saat itu juga. Mereka kemudian merilis Koes Bersaudara 87 Pop Jawa yang salah satu lagunya adalah Wit Gedhang (pohon pisang). Koes Bersaudara juga sempat merilis album Pop Anak Anak yang menelurkan hits Nenek Datang.
Kedua lagu tersebut merupakan lagu terakhir Tonny Koeswoyo yang diciptakannya saat menjalani pengobatan kangker usus di rumah sakit. Pelemparan album dan pembuatan klip videonya tanpa dihadiri oleh Tonny. Sakit Tonny yang semakin parah membuat masa depan Koes Bersaudara ini semakin tak jelas. Pada 27 Maret 1987, Koestono atau Tonny Koeswoyo meninggal dunia. Wafatnya sang maestro musik Indonesia ini membuat Koes Bersaudara pun menghilang.
penulis: Wasis Susilo/komunitas pecinta musik indonesia