REPUBLIKA.CO.ID,MATARAM--Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan memberlakukan psikotes untuk kader calon pemimpin, baik di jajaran legislatif maupun eksekutif, agar dapat memastikan kader berkualitas.
"Ini berlaku untuk jajaran DPP hingga DPC, yang jadi calon legislatif dan eksekutif harus menjalani psikotes," kata Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Megawati Soekarnoputri, saat menyampaikan pidato politik di hadapan kader partai di wilayah Nusa Tenggara Barat (NTB), di Mataram, Sabtu.
Pidato politik itu merupakan bagian dari kegiatan pemantapan tiga pilar partai yakni struktur, legislatif dan eksekutif, yang digelar Dewan Pengurus Pusat (DPP) PDIP di wilayah NTB.
Menurut Megawati, keharusan mengikuti psikotes itu dilatarbelakangi oleh kinerja pengurus partai, terutama di tingkat Dewan Pengurus Daerah (DPD) hingga Dewan Pengurus Cabang (DPC) yang belakangan ini mengalami kemunduran.
"Belakangan ini, kader DPC banyak yang tidak mau turun ke bawah, mereka hanya berhitung bahwa sudah ada dalam struktur partai dan bila saatnya masa pencalonan untuk anggota DPR maupun DPRD, bahkan ingin memimpin di eksekutif, baru mereka sepertinya bekerja dengan keras," ujarnya.
Karena itu, DPP PDIP mulai memberlakukan pengawasan ketat untuk para calon anggota legislatif maupun calon pemimpin eksekutif, yang harus menjalani psikotes.
Hal itu diberlakukan mulai 2012 hingga tahapan pencalonan dalam Pemilu 2014, sehingga kader-kader PDIP harus memahaminya sejak dini.
"Bagi mereka yang akan menjadi calon legislatif atau pemimpin eksekutif, yang berasal dari struktur partai maka wajib mengikuti psikotes. Ini adalah keputusan baru," ujarnya di hadapan sekitar 5.000 orang pengurus dan kader PDIP di wilayah NTB.
Mantan Presiden ke-4 RI itu juga menyatakan bahwa DPP PDIP makin memperketat seleksi para calon pemimpin eksekutif, meskipun kewenangan untuk pencalonan bupati/wali kota berada di tingkat DPC dan gubernur di tingkat DPD.
Menurut Megawati, seorang kader partai yang telah menduduki jabatan Ketua DPRD tidak diperbolehkan mengundurkan diri dari jabatan itu, karena ingin menjadi pemimpin eksekutif (gubernur/wakil gubernur, dan bupati/wali kota atau wakilnya), kecuali atas kehendak pimpinan partai.
"Jabatan Ketua DPRD itu lima tahun, maka harus menjabatnya selama lima tahun, tidak boleh mundur, kecuali atas permintaan partai," ujarnya.