REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON - Ribuan pemrotes berkumpul dekat Gedung Putih, Sabtu (17/3) mendesak Amerika Serikat "menghentikan pembunuhan di Suriah yang diperkirakan menewaskan 8.000 orang akibat tindakan represif pemerintah negara itu. Dengan mengenakan kaos oblong para demonstran yang berjumlah sekitar 4000 orang menyatakan "Saya memimpikan satu Suriah yang bebas" dan "tidak lagi takut".
Aksi ini memperingati ulang tahun pertama pemberontakan berdarah terhadap pemerintah Presiden Bashar al Assad. Banyak pemrotes adalah warga AS keturunan Suriah dan anak-anak ikut serta dalam unjuk rasa itu. "Kami menginginkan dunia berbuat lebih banyak lagi, jangan hanya duduk dan melihat rakyat yang dibunuh," kata Basel al-Char, seorang anggota "Aktivis Suriah Bebas", lembaga pengorganisir protes itu.
Ia mengatakan Bashar, yang keluarganya memerintah Suriah selama empat dasa warsa, harus diserahkan kepada Mahkamah Kejahatan Internasional (ICC) di Den Haag, Belanda. "Dunia telah memberikan banyak kesempatan (kepada Bashar) dan situasi hanya semakin memburuk. Kami menginginan mereka mendukung Tentara Pembebasan Suriah" yang beranggotakan para pembangkang anti-rezim, tambah Char.
Massa mengacung-acungkan bendera-bendera Suriah dalam versi tiga bintang merah dengan warna dasar hijan garis-garis putih dan hitam. Simbol "Bendera Kemerdekaan" itu digunakan pada tahun 1930-1960 dan sejak itu digunakan kembali oleh oposisi. Para pemerotes berulang-ulang meneriakkan "Bashar harus mundur" dan "SOS,SOS."
Shaker Rashid mengatakan ia datang dari negara bagian Indiana dengan keluarga dan kawan-kawannya untuk mendukung revolusi Suriah. Ia berjuang bagi kebebasan dan menggulingkan diktator Bashar."
Seorang pemrotes lainnya, Abu Ramy menginjak-injak bendera-bendera Cina dan Rusia. Ia menyatakan kemarahannya setelah dua negara itu memveto resolusi Dewan Keamanan PBB yang mengecam tindakan keras militer Suriah terhadap para pemrotes.
Ia menunjuk pada satu poster foto Presiden AS Barack Obama yang bertulisan "Kehidupan rakyat Suriah berada ditangan anda." "Setiap kali Obama berbicara (tentang Suriah), ia memberikan Bashar satu lampu hijau untuk melanjutkan pembunuhan," tuding Abu Ramy.