REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Tuduhan indikasi mark up terkait rencana pembelian enam unit pesawat tempur Sukhoi tipe SU-30MK2 dari pemerintah Rusia dibantah oleh Menteri Pertahanan, Purnomo Yusgiantoro. Ia menegaskan pilihan menggunakan kredit ekspor karena pemerintah tidak ingin ada pinjaman yang mengikat.
‘’Kami menghindari hal itu. Kami harus melihat flesksibilitas pinjaman tersebut. Apakah mengikat atau tidak, menyulitkan kita atau tidak." katanya di Gedung DPR, Jakarta, Senin (19/3). Diskresi masalah pinjaman Sukhoi, ujarnya, di Kementerian Keuangan cq Ditjen Pengelolaan Hutang Negara,’’ katanya di gedung DPR, Jakarta, Senin (19/3).
Sebelumnya, kementerian pertahanan mendapatkan banyak tekanan terkait pembelian enam unit Sukhoi menggunakan mekanisme kredit ekspor yang lebih mahal. Bukan fasilitas state loan yang telah disediakan oleh Pemerintah Federasi Rusia sebesar satu miliar dolar AS.
Menurut Purnomo, rencana pembayaran pembelian enam buah pesawat melalui agen Rosoborontexport asal Rusia ini, dinilai akan lebih efektif dan efisien dengan menggunakan kredit ekspor atau state kredit milik Indonesia.
Dengan mekanisme kredit ekspor, pemerintah bisa lebih memberdayakan keuangan dalam negeri. berbeda dengan menggunakan fasilitas kredit dari negara lain yang dikhawatirkan dapat mengganggu kedaulatan bangsa.
‘’Karena kita akan didikte untuk segala hal. Makanya, hal ini tolong dilihat dan bisa dijadikan dijadikan pertimbangan,’’ jelas dia.
Apalagi, tambahnya, saat ini perekonomian Indonesia sedang dalam kondisi yang bagus. Sehingga, ada keinginan dari pemerintah untuk menggunakan konten lokal. Dalam konteks ini, berupa sindikasi perbankan nasional dalam pembelian pesawat Sukhoi.
Ia pun menegaskan kalau kementerian pertahanan tidak pernah menunjuk agen seperti diindikasikan oleh beberapa LSM. ‘’Perjanjian kita adalah dengan pemerintah Rusia yang menunjuk Rosoborontexport, agen untuk pembelian pesawat Sukhoi. Kalau ada agen-agen lain, kami tidak pernah mengadakan deal dengan agen tersebut,’’ tambah dia.