REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) dan Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia(KSPI) menggelar aksi penolakan kenaikan harga bahan bakar bersubsidi pada 21 Maret, pukul 10.00 WIB. Presiden FSPMI dan KSPI Said Iqbal mengatakan, massa berkumpul di Bundaran Hotel Indonesia menuju ke Istana Presiden dengan massa 10 ribu orang. "Aksi ini juga akan diikuti oleh ribuan orang dari kelompok buruh lainnya," kata Said dalam siaran elektronik, Selasa (20/3).
Dia mengatakan, turunnya ribuan buruh disebabkan kenaikan harga BBM akan menurunkan daya beli masyarakat miskin. Sedangkan upah buruh yang baru saja naik 20 hingga 30 persen kalau dikomparasikan dengan kenaikan harga BBM maka secara riil hanya naik 5 persen. Said menyatakan, ongkos transportasi dan sewa kamar atau kontrak rumah bakal merangkak naik 20 persen. "Sehingga kenaikan upah tadi menjadi minus 10 persen."
Dengan kata lain, papar dia, upah buruh bukannya naik, tapi turun 10 persen setiap bulan sehingga memaksa buruh menghutang terus untuk membiayai rumah tangganya. Dia menjelaskan, kalau saat meminta kenaikan upah saat itu saja buruh menutup jalan tol agar upah minimal buruh yang digugat ke Pengadilan Tata Usaha Negeri Bandung oleh Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo).
Maka melihat kondisi dengan kenaikan harga BBM membuat upah buruh turun maka akan ada perlawanan masif dan pemogokan umum buruh yang lebih besar lagi sesuai prosedur undang-undang. "Buruh akan melakukan perlawanan sesuai aturan," kata Said.