Selasa 20 Mar 2012 11:31 WIB

Raja Arab Saudi Pun tak Bisa Cegah Pemancungan

Hukuman pancung di Arab Saudi (ilustrasi)
Hukuman pancung di Arab Saudi (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, Dalam kasus tertentu hukuman mati yang diberlakukan di tanah Arab Saudi tak dapat diubah sekalipun dengan intervensi raja. Bahkan seandainya Raja Arab Saudi menyerahkan mahkotanya demi mendapatkan pengampunan dari keluarga korban agar seorang terpidana mati dapat diringankan atau diubah hukumannya dengan seumur hidup, tak mungkin bisa dilakukan bila keluarga menolak.

Contoh itu bisa terlihat dari kasus Ali bin Dakhilullah bin Muhammad Al-Ayyasy Al-Syarief yang pada Juli 2011 dipancung, kata Abdullah M Umar, alumni Universitas Indonesia (UI) yang bekerja di kantor KJRI Jeddah, belum lama ini. Kementerian Dalam Negeri Arab Saudi pada Senin, (18/7/2011) menjatuhkan hukuman mati kepada warga Arab Saudi tersebut.

Meski Ali bin Dakhilullah bin Muhammad Al-Ayyasy Al-Syarief, warga setempat, ketika dinyatakan bersalah oleh pengadilan maka hukuman mati tetap berlaku. Hukuman hadd al-harobah (hukuman karena menghilangkan nyawa dan mengganggu keamanan negara) tak membedakan apakah warga tersebut berasal dari negeri sendiri atau asing.

Pelaku kriminal tersebut, cerita Abdullah M Umar, diyakini oleh pihak pengadilan setempat telah mengonsumsi narkoba, mencuri mobil dan merampok sebuah toko di Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) atau pombensin.

Tatkala Ali bin Dakhilullah bin Muhammad Al-Ayyasy Al-Syarief melakukan aksi kriminalnya, seorang warga Sudan Muhammad Abdul Jabbar Muhammad mencoba mencegahnya. Nasib sial menimpa warga Sudan tersebut, pelaku menembak Muhammad Abdul Jabbar hingga tewas. Pelaku kriminal juga mengambil brangkas besi di toko SPBU setempat.

Kepolisian berhasil menangkap pelaku. Polisi pun menginterogasinya hingga disidangkan di pengadilan umum. Pengadilan memutuskan menghukum mati pelaku karena dianggap telah menghilangkan nyawa orang lain dan melakukan tindakan kerusakan serta mengganggu keamanan Negara atau had al-harobah.

Keputusan tersebut selanjutnya dibenarkan di Pengadilan Banding dan juga Mahkamah Agung. Dari situ keluarlah keputusan Raja untuk mengeksekusi mati pelaku tersebut.

Abdullah M Umar juga menyebutkan bahwa sebelumnya pada 16 Juli lalu di Tabuk, Pemerintah Arab Saudi juga telah mengeksekusi mati seorang warganya bernama Adel bin Muhammad bin Faisal Asiri setelah pelaku memasuki rumah seorang warga, menganiaya istrinya, mem-videokan wanita tersebut dalam keadaan telanjang serta mencoba memperkosanya.

Pada 10 Juli tahun lalu tiga warga Negeria juga telah dieksekusi mati di Jeddah setelah terbukti memasuki rumah seorang warga Nigeria bernama Omar Mohammed Adam, menganiaya istrinya, mengikat dan menghantam Omar hingga tewas.

Perlu disosialisasikan

Deretan panjang tentang berita hukuman mati di Arab Saudi kerap terdengar. Tapi sayangnya tak tersosialisasi di kalangan tenaga kerja Indonesia (TKI).

Hak dan kewajiban yang harus diketahui sebelum bertolak ke Arab Saudi, hanya tersentuh di kalangan terbatas. Padahal mengetahui persoalan hukum di negara "petro dolar" tersebut sungguh penting.

Tujuannya agar setiap warga Indonesia yang bermukim di Arab Saudi mengetahui "rambu-rambu" yang ada dan dapat terhindar dari kasus tercela.

Yang terjadi tenaga kerja Indonesia jarang dibekali dengan pengetahuan hukum di tanah Arab.

Padahal masalah ini amat penting, sehingga cerita "ratapan" dan pembelaan dari kalangan petinggi di tanah air bisa dilakukan secara proporsional, kata seorang anggota Satgas TKI di Jakarta.

Di Arab Saudi, ada dua macam hak dalam setiap tindak pidana yang mengakibatkan kerugian terhadap seseorang, yaitu, hak umum dan hak khusus. Hak umum adalah hak dan kewajiban Negara untuk menghukum orang-orang yang melakukan tindakan pidana di wilayah hukum Arab Saudi berdasarkan ketentuan hukum setempat.

Sedangkan hak khusus adalah hak yang dimiliki oleh pribadi atau ahli warisnya yang mengalami kerugian akibat tindak pidana untuk menuntut kompensasi materi atau untuk menuntut diterapkannya hukuman sebanding atau qisash kepada pelaku.

Penuntut hak khusus ini dapat memaafkan pelaku baik dengan imbalan atau tidak sama sekali yaitu hanya mengharapkan ridho Allah SWT. Contoh kasus ini bisa terlihat dari pembebasan tenaga kerja Darsem Dawud asal Subang dengan diyat sebesar SR 2 juta dan kasus dimaafkannya Jamilah bt Abidin Rofi?i tanpa imbalan.

Anak korban yang dibunuh oleh Jamilah mewakili seluruh keluarganya memberikan maaf pada Mei 2011 yang disampaikan secara resmi di depan Raja Abdullah Bin Abdul Aziz.

Hal yang sama juga dilakukan oleh seorang Warga Saudi Safar Al-Zayabi terhadap pembunuh anaknya berwarga Saudi Fahad bin Hamud Al-Zayabi tanpa syarat dan bayaran, hanya mengharap ridho Allah SWT yang telah difasilitasi oleh Pangeran Sultan bin Muhammad bin Suud dan para Syeikh anggota Ishlah Dzatul Bain di Taif pada 11 Juli lalu.

Pemberian maaf hak khusus ini akan menjadi pertimbangan seorang hakim dalam dakwaan hak umum. Dalam kasus pembunuhan, menurut dr. Ramon Andrias (staf Satgas TKI), pemberian maaf oleh salah seorang ahli waris akan menggugurkan hukuman mati.

Jika ahli waris tidak memaafkan dan ada salah seorang ahli waris yang masih belum aqil baligh maka eksekusi hukuman mati akan ditunda menunggu akil baligh ahli waris tersebut.

Contohnya, kata Ramon, kasus Siti Jaenab bt Duhri Rupa yang telah divonis hukuman mati qisash setelah membunuh istri majikannya pada tahun 1999. Namun eksekusinya masih menunggu anak laki-laki korban hingga akil baligh.

sumber : Antara
Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement