REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Beberapa waktu lalu, terjadi peningkatan suhu dalam keamanan di Provinsi Aceh. Diduga, berbagai aksi kekerasan terjadi terkait dengan pemilukada Aceh yang bakal digelar pada 9 April 2012.
Direktur Indobarometer, Mohammad Qodari, mengatakan persoalan Aceh sekarang adalah munculnya kekhawatiran pemilukada akan jadi ajang kekerasan dan eskalasinya terus meningkat. Kalau melihat peristiwa yang terjadi di Aceh, pihaknya pada awalnya sempat menduga hal itu lantaran kecemburuan warga asli dengan masyarakat pendatang.
Sekarang, kata dia, kekerasan terjadi di antara tim sukses, baik pemukulan, penembakan, dan pelemparan granat. "Ini di luar koridor demokrasi. Kompetisi demokrasi seharusnya inheren. Kalau melibatkan kekerasan, sudah bukan demokrasi lagi namanya," kata Qodari, dalam satu diskusi di Jakarta, Selasa (20/3).
Karena itu, pihaknya berharap pemerintah pusat seharusnya bisa memainkan peran untuk menjaga perdamaian yang sudah ada di Aceh. Namun apa yang terjadi selama ini menunjukkan pemerintah pusat lemah dalam menangani kasus kekerasan di sana. Contohnya, kasus penembakan warga pendatang di Aceh, berapa yang bisa diselesaikan dan dibawa ke kasus hukum tidak diungkap oleh polisi.
Malah, lanjut dia, sekarang kekerasan masih berlangsung dan tidak seharusnya pemerintah pusat membiarkan saja dan tidak malah hanya mengurusi sekadar deklarasi pemilukada damai. "Apa setelah (deklarasi) itu situasi lebih kondusif? Ini tugas pemerintah," kata Qodari.