REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR -- Pakar di Departemen Proteksi Tanaman Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor (IPB), Prof Aunu Rauf, mengatakan, binatang yang disebut tomcat atau Paederus fuscipes meningkat populasinya pada akhir musim hujan. Jadi, menurutnya, hal inilah yang memungkinkan terjadinya ledakan (outbreak) kumbang tomcat ini di Surabaya, Jawa Timur.
Dia juga mengatakan, pada saat yang bersamaan akhir musim hujan, di sana terjadi kegiatan panen, sehingga kumbang tomcat beterbangan dan bergerak menuju ke tempat datangnya sumber cahaya di permukiman. "Kemungkinan permukiman dibangun di wilayah tempat perkembangbiakan kumbang tomcat, misalnya, di dekat persawahan atau di pinggiran dekat hutan yang lembab atau tempat berawa," ujarnya, di Bogor, kemarin.
Pada kondisi ini, lanjut Aunu, kumbang pada malam hari akan berdatangan ke perumahan karena tertarik cahaya lampu.
Kumbang tomcat tidak menggigit atau menyengat. Tapi kumbang tomcat kalau terganggu atau secara tidak sengaja terpijit akan mengeluarkan cairan yang bila kena kulit akan menyebabkan gejala memerah dan melepuh seperti terbakar (dermatitis).
Karena itu, gejala ini populer disebut Paederus dermatitis. Gejala ini mumcul akibat cairan tubuh kumbang tadi mengandung zat yang disebut pederin yang bersifat racun. "Ada yang menyebutkan bahwa pederin ini 15 kali lebih beracun daripada bisa kobra."
Aunu mengatakan, belakangan diketahui bahwa produksi pederin dalam tubuh kumbang tergantung pada keberadaan bakteri Pseudomonas sp yang bersimbiosis dalam tubuh kumbang betina. Pederin bersirkulasi dalam darah kumbang sehingga dapat terbawa sampai ke keturunannya (telur, larva, pupa, dan kumbang).
Namun demikian, kumbang betina yang mengandung bakteri akan menghasilkan pederin yang lebih banyak dibandingkan kumbang yang dalam tubuhnya tidak ada bakteri simbion. Dijelaskannya juga, kumbang ini jangan dimusnahkan karena bermanfaat bagi petani. Penyemprotan di rumah juga tidak perlu dilakukan karena lebih berisiko terhadap kesehatan penghuninya.
Peristiwa outbreak kumbang tomcat seperti terjadi di Surabaya, pernah pula dilaporkan terjadi di negara lain, seperti di Okinawa-Jepang (1966), Iran (2001), Sri Lanka (2002), Pulau Pinang- Malaysia (2004 dan 2007), India Selatan (2007) dan Iraq (2008). "Halaulah kumbang ini agar menjauh dari rumah dengan mematikan lampu atau memungutnya secara hati-hati dengan kantong kertas dan lepaskan ke habitatnya (sawah atau tempat lembab lainnya)," kata Aunu.