REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Kreativitas itu milik siapa saja termasuk para dai. Yang membedakan mungkin pemanfaatannya.
Ketua Umum Ikatan Dai Indonesia (IKADI), Satori Ismail menjelaskan dalam dunia dakwah mengenal apa yang disebut kreativitas. Dalam konteks dakwah, kreativitas itu bermakna mendayagunakan setiap kesempatan dan fasilitas yang ada untuk diarahkan menuju ketakwaan kepada Allah SWT,
"Untuk dai, pemanfaat itu sebagai contoh membuat semacam strategi ketika pagi hari harus diisi dengan dakwah seperti apa. Demikian pula dengan siang hari atau malam hari," kata satori saat berbincang dengan Republika Online, Kamis (22/3).
Satori mengatakan, Nabi Nuh AS merupakan dai pertama dalam sejarah manusia yang memiliki kreativitas luar biasa. Ia berdakwah menyesuaikan diri dengan situasi dan kondisi umat. Sebagai contoh, ada kalanya Nabi Nuh berdakwah secara rahasia lalu berubah menjadi terang-terangan.
"Pada saat berdakwah di kalangan kafir, maka ia mengutamakan prinsip kehati-hatian. Ketika ia berada di kalangan dengan beragam agama, maka ia gambarkan Islam demikian indah," paparnya.
Dari teladan Nabi Nuh tadi, lanjut dia, para dai tidak asal pula dalam berdakwah, namun memiliki strategi. Misal, ketika berdakwah di kalangan miskin, maka tugas pendakwah untuk mengedepankan usaha meningkatkan derajatnya. Contoh lain, ketika berdakwah di kalangan petani, maka dakwah yang diutamakan bagaimana pendakwah membantu petani untuk terhindar dari hal syirik atau terjebak dalam jeratan utang para tengkulak.
"Dalam konteks kekinian, lanjut dia, para dai tentu tidak menafikan keberadaan teknologi. Ambil contoh, radio atau komputer. Pemanfaatan teknologi ini diharapkan dapat dioptimalkan dalam kerangka dakwah. Dengan demikian, dakwah tidak akan ada matinya," pungkasnya.