REPUBLIKA.CO.ID, JENEWA -- Sri Lanka harus menjamin bahwa prajurit yang melakukan kejahatan perang selama tahap-tahap akhir perangnya terhadap pemberontak Tamil diadili, kata Dewan Hak Asasi Manusia PBB, Kamis.
Meski tim besar 70 orang dari Kolombo gencar melakukan lobi, dewan yang bermarkas di Jenewa itu tetap mensahkan sebuah resolusi yang diajukan AS yang mendesak pemerintah Sri Lanka melaksanakan rekomendasi komisi penyelidik resmi Sri Lanka.
Komisi itu menyerukan agar prajurit yang bersalah dalam hal itu diadili.
Sebanyak 24 anggota Dewan HAM PBB mendukung resolusi itu, sementara 15 menentangnya, termasuk Kuba, Rusia dan China. Mereka menganggap resolusi itu sebagai upaya campur taeilengan dalam permasalahan dalam negeri Sri Lanka. Delapan negara abstain dalam pemungutan suara itu.
Duta Besar AS Eileen Chamberlain Donahoe mengatakan kepada dewan itu, resolusi tersebut "beralasan, konstruktif dan disusun secara hati-hati sesuai dengan kebutuhan keadaan", namun utusan presiden Sri Lanka untuk masalah HAM menyebutnya sebagai kontra-produktif.
"Setelah kekerasan dan keadaan tidak stabil selama 30 tahun, kami mencapai stabilitas dan perdamaian. Kami perlu diberi waktu untuk memperkuat kemajuan jelas yang dicapai dalam masa singkat tiga tahun," kata Mahinda Samarasinghe yang memimpin delegasi Kolombo pada sidang itu.
Militer Sri Lanka pada pertengahan Februari mengumumkan pembentukan sebuah panel yang beranggotakan lima orang untuk menyelidiki tuduhan kejahatan perang terhadap pasukan, termasuk eksekusi tahanan seperti yang diklaim oleh televisi Saluran 4 Inggris.
Penyelidikan itu merupakan langkah besar pertama oleh angkatan bersenjata Sri Lanka, yang sejauh ini menekankan bahwa pasukan pemerintah tidak membunuh satu warga sipil pun ketika menumpas separatis Macan Tamil dalam ofensif yang berakhir pada Mei 2009.