REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA – Tes DNA tidak bisa menentukan status anak untuk mempunyai nasab dengan laki-laki yang menghamili perempuan yang menyebabkan kelahiran anak. Namun hanya akad nikah yang bisa menentukan hubungan nasab anak dengan ayah biologisnya.
Demikian ditandaskan H Syarif Zubaidah, dosen Fakultas Ilmu Agama Islam (FIAI) UII Yogyakarta dalam Seminar Regional ‘Menyikapi Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 46/PUU-IX/2011 tentang Tanggung Jawab Ayah terhadap Anak di luar nikah’ di Yogyakarta, Kamis (22/3). Acara ini diselenggarakan Pusat Penelitian dan Pengembangan Pendidikan Islam (P3I) FIAI UII Yogyakarta.
Dijelaskan Syarif, putusan MK yang mengakui adanya hubungan darah antara anak di luar nikah dalam hukum Islam bukan berarti membenarkan pengakuan laki-laki sebagai ayahnya. “Sebab dikatakan ayah, jika anak yang dilahirkan itu adalah anak sah. Anak sah menyebabkan lahirnya hubungan nasab anak dengan ayah. Hubungan tesebut hanya diperoleh dengan menikahi wanita yang menyebabkan lahirnya anak yang dimaksud,” kata Syarif.
Lebih lanjut, Syarif mengatakan pengakuan adanya hubungan nasab antara anak dan ayah akan menimbulkan empat hak. Yaitu, hak pengakuan terhadap anak sebagai ayah, hak ayah untuk bertanggung jawab terhadap anak, hak untuk mewarisi, dan hak ayah untuk menjadi wali bagi anak perempuan.
Menurut hukum Islam, kata Syarif, nikah itu sah jika memenuhi empat persyaratan yaitu shihhah, in’iqat, nafadh, luzum. Karena itu, tidak ada ketentuan bahwa ayah mempunyak tanggung jawab terhadap anak di luar pernikahan. Sebab penyebutan ayah hanya berlaku bagi anak sah, yaitu anak yang dilahirkan sebagai akibat perkawinan yang sah.