REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Proses disahkannya Undang-undang perkawinan tahun 1974 merupakan perjuangan panjang umat Islam. Karena itu, keputusan MK yang mengakui ayah biologis harus bertanggung jawab terhadap anak yang dilahirkan di luar nikah telah menciderai UU perkawinan. Bahkan Dosen Uinversitas Islam Indonesia Yogyakarta H Dadan Muttaqqien menilai jika MK telah melampaui kewenangan DPR.
Selain itu, lanjut Dadan, sumber hukum perdata yang digunakan Indonesia ada tiga yaitu BW, hukum adat dan hukum Islam. "Karena itu, seharusnya MK menggunakan dasar Hukum Perdata Islam, bukan hukum perdata lainnya," tandas Dadan.
Dadan menilai keputusan MK tersebut dapat menimbulkan kegoncangan hukum dan tidak memikirkan dampak lebih jauh terhadap merebaknya anak zina. MK telah memasuki ranah syar’i tentang syarat sahnya suatu ibadah mahdloh yaitu memasukkan teknologi terhadap sahnya anak hasil perkawinan. Keputusan tersebut tidak akan dapat dilaksanakan bila tidak ada perubahan undang-undang lainnya.