REPUBLIKA.CO.ID, Tim internasional arkeolog dan pakar kelautan (oseanografi) yang berbasis di Amerika mengatakan perubahan iklim India dalam 10 ribu tahun terakhir menunjukkan adanya kaitan antara perubahan pola musim penghujan dan perubahan besar budaya di anak benua itu.
Para pakar memperoleh temuan itu ketika mempelajari sampel inti geologi yang diambil dari tempat-tempat kunci dasar laut Teluk Benggala. Sampel atau contoh sedimen itu menunjukkan bahwa zona tengah hujan India telah menjadi lebih kering sejak permulaan zaman geologi Holocene kira-kira 10 ribu tahun yang lalu.
Dalam 5.500 tahun pertama Holocene, kawasan hujan utama anak benua Asia itu ditumbuhi tanaman dengan sangat subur dan udaranya lembab, dan ditutupi hujan tropis yang lebat.
Para pakar mengatakan dua perubahan besar iklim – satu mulai kira-kira 4 ribu tahun lalu, dan satu lagi mulai baru 1.700 tahun yang lalu – bertepatan dengan perubahan budaya yang signifikan di kawasan itu, sementara peradaban menyesuaikan diri dengan iklim yang semakin kering.
Ketika hutan tropis mulai menciut sementara iklim menjadi lebih kering kira-kira 4.000 tahun lalu, perkembangan pertanian dan pemukiman desa permanen meningkat. Para arkeolog mengatakan tradisi budaya lama kawasan itu yang menanam tanaman pertanian yang tahan terhadap musim kering masih dipraktekkan sekarang ini.
Para peneliti mengatakan penyebaran cepat tangki penampung air hujan di seluruh zona itu kira-kira 1.700 tahun lalu bertepatan dengan satu lagi perubahan iklim yang mendatangkan musim kering yang sangat panjang.
Musim hujan sangat penting bagi India, yang berpenduduk lebih dari satu milyar orang. Negara itu terletak pada garis lintang yang sama dengan gurun pasir Sahara di Afrika. Para pakar mengatakan bahwa tanpa musim hujan, sebagian besar India akan kering dan tidak dapat dihuni.
Para penulis hasil penelitian itu mengatakan temuan tersebut akan membantu para peneliti memahami dengan lebih baik bagaimana musim hujan di anak benua India itu berreaksi terhadap perubahan iklim sedunia.