Sabtu 24 Mar 2012 18:01 WIB

Kimia Kebahagiaan Al-Ghazali: Pemeriksaan Diri dan Dzikir Kepada Allah (8-habis)

Dzikir kepada Allah (ilustrasi).
Foto: blog.science.gc.ca.
Dzikir kepada Allah (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, Jika seseorang mendapati dirinya bebal dan menolak sikap cermat dan disiplin diri, ia mesti selalu bersama-sama dengan seseorang yang cakap dalam praktik-praktik seperti itu agar ia tertulari entusiasme sang ahli tersebut.

Seorang wali biasa berkata, "Jika saya ogah-ogahan dalam melakukan disiplin diri, saya menatap Muhammad ibn Wasi, dan memandangnya saja sudah akan menyalakan kembali semangat saya, paling tidak untuk seminggu."

Jika seorang tidak bisa menemukan teladan sikap cermat seperti itu di sekitarnya, maka baik baginya untuk mempelajari kehidupan para wali. Ia juga mesti mendorong jiwanya!

"Wahai jiwaku, kau anggap dirimu cerdas, dan marah jika disebut tolol. Lalu sebetulnya kau ini apa? Kau persiapkan pakaianmu untuk menutupi dirimu dari gigitan musim dingin, tapi tidak kau persiapkan diri untuk akhiratmu."

"Keadaanmu seperti seseorang yang di tengah musim dingin berkata, 'Saya tak akan mengenakan pakaian hangat, tetapi percaya pada rahmat Tuhan untuk melindungi saya dari dingin.' Ia lupa bahwa bersamaan dengan menciptakan dingin, Allah menunjuki manusia cara membuat pakaian untuk melindungi diri darinya dan menyediakan bahan-bahan untuk pakaian itu."

"Ingatlah juga, wahai diri, bahwa hukumanmu di akhirat bukan karena Allah marah pada ketidaktaatanmu, dan jangan berpikir, bagaimana mungkin dosa saya mengganggu Allah? Nafsumu sendirilah yang akan menyalakan kobaran neraka dalam dirimu. Makanan tidak sehat yang dimakan seseorang menimbulkan penyakit pada tubuh orang itu, bukan karena dokter jengkel kepadanya karena melanggar nasihat-nasihatnya."

"Celakalah kau, wahai diri, karena cintamu yang berlebihan kepada dunia! Jika kau tidak percaya pada surga dan neraka, bagaimana mungkin kau percaya pada mati yang akan merenggut semua kenikmatan duniawi dirimu dan menyebabkan kau menderita oleh perpisahan itu sebanding dengan keterikatanmu pada kenikmatan duniawi itu."

"Kenapa kau dicipta setelah dunia? Jika semuanya, dari timur sampai barat, adalah milikmu dan menyembahmu, toh dalam waktu singkat semuanya itu akan menjelma menjadi debu bersama dirimu, dan pemusnahan akan menghapuskan namamu sebagaimana raja-raja sebelummu."

"Tetapi sekarang, mengingat bahwa kau hanyalah memiliki sebagian sangat kecil dari dunia ini dan itu pun bagian yang kotor daripadanya, akankah kau begitu gila untuk menukar kebahagiaan abadi dengannya, permata yang mahal dengan sebuah gelas pecah yang terbuat dari lempung dan menjadikan dirimu bahan tertawaan orang-orang di sekitarmu?"

sumber : Kimyatusy Sya'adah (The Alchemy of Happiness) Al-Ghazali, terjemahan Haidar Bagir
BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement