REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING –- Pemerintah Indonesia dan Cina bersepakat untuk membentuk komisi bersama. Hal itu untuk meningkatkan hubungan ekonomi kedua negara.
“Komisi ini langsung melapor ke Presiden jika di Indonesia. Sedangkan jika di Cina melapor langsung ke Presiden dan Perdana Menteri,” kata Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, seperti dilaporkan wartawan Republika, Nasihin Masha dari Beijing, Cina, Sabtu (24/3).
Di hari terakhir kunjungannya ke Cina, Presiden mengadakan jumpa pers untuk menjelaskan poin-poin penting hasil pertemuannya dengan para pemimpin Cina. Presiden mengadakan pertemuan bilateral dengan Presiden Hu Jintao, PM Cina Wen Jiabao, dan Ketua Polit Biro Partai Komunis Cina Li Changchun.
Dalam lawatannya ini, Presiden didampingi Menteri Perindustrian MS Hidayat, Menteri Perdagangan Gita Wiryawan, Menteri BUMN Dahlan Iskan, Menteri Kelautan dan Perikanan Sharif Cicip Sutarjo, Mendikbud M Nuh, Menpora Andi A Mallarangeng, Mensesneg Sudi Silalahi, Sekretaris Kabinet Dipo Alam, dan Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa.
Selain itu, turut pula empat anggota parlemen dan Gubernur Banten Ratu Atut Chosiah. Juga ikut pula Ketua Komite Ekonomi Nasional Chairul Tanjung. Selain itu, para pengusaha Indonesia juga dihadirkan untuk dipertemukan dengan pengusaha Cina. Para pengusaha itu berhasil melakukan 15 penandatangan kerja sama, sedangkan pemerintah menandatangani enam kesepakatan.
Adapun komisi-komisi itu, kata Presiden, di antaranya Komisi Perdagangan dan Investasi, Komisi Pertanian, Komisi Pariwisata, Komisi Energi, dan Komisi Pertahanan. Pembentukan komisi-komisi tersebut bertujuan untuk melancarkan hubungan kedua negara. “Sehingga makin efektif dan fokus,” katanya.
Sejak 2005, kata SBY, Indonesia menetapkan Cina menjadi mitra strategis. Hal itu dilakukan ketika Hu Jintao melakukan kunjungan ke Indonesia. Sejak itu, hubungan Indonesia dan Cina meningkat di segala bidang. Presiden juga menjelaskan, saat ini Indonesia telah menetapkan 14 negara sebagai mitra strategis. Di antaranya, Korea Selatan, Jepang, India, Brasil, Australia, Amerika Serikat, Rusia, dan Afrika Selatan.
“Kemitraan strategis itu kemitraan yang komprehensif untuk kepentingan nasional,” katanya.
Lebih lanjut SBY menjelaskan bahwa Indonesia harus pandai menangkap dan mencari peluang. Cina bersama India dan Indonesia adalah tiga negara yang tetap mencapai pertumbuhan yang tinggi dan konsisten selama krisis 2008. Cina merupakan kekuatan ekonomi terbesar di Asia dan kedua di dunia.
Sedangkan Indonesia terkuat di Asia Tenggara dan keenam belas di dunia. Dengan saling bersinergi di antara kedua negara maka diharapkan akan saling menguntungkan kedua negara bagi kesejahteraan masyarakat. Salah satu strateginya adalah dengan kerja sama ekonomi karena bisa memberi manfaat riil.
Karena di saat krisis yang lalu, kata Presiden, justeru kedua negara mengalami peningkatan volume perdagangan. Sedangkan di bidang investasi, katanya, walau berkembang tapi belum sesuai potensi. Di bidanfg energi, katanya, perlu frame work yang baru dengan mengutamakan kepentingan dalam negeri. Sedangkan untuk bidang hukum, politik, dan pertahanan juga terus berkembang. “We are on the right track,” katanya.
Presiden mengakui ada hal-hal yang kemudian menimbulkan “kegaduhan”. Untuk itu, ia menyelesaikannya satu demi satu untuk mencari solusi yang saling menguntungkan. Di antaranya ia menyampaikan langsung soal kesulitan Bank Mandiri untuk membuka cabang di Shanghai. Ada masalah yang tersisa dari pembangunan pembangkit listrik. Juga menyangkut kasus gas di Tangguh. “Semua sepakat untuk duduk bersama untuk mencapai solusi yang diterima bersama,” katanya.