REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mahkamah Agung (MA) mendukung penuh rencana pembentukan peradilan tingkat desa yang digagas Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi. Adanya peradilan desa, kata Kepala Bagian Hukum dan Humas MA Ridwan Mansyur, bisa semakin memudahkan hakim dalam bekerja untuk menegakkan keadilan substantif.
Dia merujuk pada dikecamnya hakim yang menyidangkan kasus kecil, seperti pencurian sandal, piring, maupun kakao. Padahal, jelas Ridwan, hakim hanya menjalankan mekanisme berlaku dan tidak bisa menolak perkara yang diajukan polisi dan jaksa. Karena itu, pihaknya menilai dibentuknya peradilan desa sangat bagus guna menyelesaikan kasus kecil melalui mediasi.
Apalagi setelah dikeluarkannya Peraturan Mahkamah Agung (Perma) Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pembatasan Perkara Tindak Pidana Ringan (Tipiring), yang membuat kasus kecil dengan kerugian nominal di bawah Rp 2,5 juta tidak perlu disidangkan. "Ini semakin memudahkan hakim untuk menerapkan proses mediasi dan kasus kecil cukup diselesaikan secara kekeluargaan," kata Ridwan di gedung MA, Senin (26/3).
Ridwan mengatakan, saat ini di sebagian pelosok desa ada hakim yang bertugas secara mobile guna mendatangi warga desa yang terkena kasus. Dalam tugasnya, terang dia, hakim bisa mengukur dengan pertimbangan kasus yang ditangani kecil maka langsung disidang di tempat dengan menjadi hakim tunggal. "Kalau nanti sistem peradilan desa seperti ini bagus. Tinggal bagaimana menyediakan infrastrukturnya," ucap Ridwan.