REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA – Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Surabaya meminta Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya merubah pola penertiban terhadap lahan prostitusi yang ada.
Salah satu yang bisa dilakukan adalah dengan merelokasi lokalisasi ke tempat/pulau terpencil.
Ini perlu dilakukan lantaran Pemkot dinilai lamban dalam melakukan penutupan beberapa lokalisasi yang tersebar di Surabaya selama ini. "Penertiban selama ini tidak efektif, dan terkesan asal menertibkan sehingga tidak tepat sasaran," ujar Ketua Komisi D DPRD Surabaya, Baktiono, Senin (26/3).
Baktiono menjelaskan, jika relokasi ke tempat terpencil bisa dilakukan, dengan sendirinya prostitusi akan hilang. Sebab, bagi lelaki hidung belang yang akan berkunjung tentu akan merasa malas bila lokasinya terlalu jauh dan terpencil.
"Jadi, yang kita tekan terlebih dahulu adalah pelanggannya. Karena jika pelanggan yang datang ke lokalisasi sepi, otomatis para pemilik tempat akan merugi hingga akhirnya menutup praktek," bebernya.
Politisi yang juga menjabat sebagai Bendahara DPC PDIP Surabaya itu menyarankan, agar Pemkot juga melibatkan Pemerintah Provinsi Jawa Timur dalam upayanya membersihkan Surabaya dari ladang prostitusi. Sebab, jika penertiban tersebut hanya dilakukan sendiri, Pemkot diyakini tak mampu melakukannya.
Terpisah, Kepala Dinas Sosial Kota Surabaya, Supomo, mengatakan selama ini instansi yang dipimpinya telah bekerja secara maksimal. Indikasinya bisa dilihat dari banyaknya jumlah pekerja seks komersial (PSK) yang dipulangkan tiap bulannya. "Tiap bulan setidaknya kami (Dinsos) telah memulangkan 300 PSK. Dan itu dilakukan secara konsisten," ujar Supomo.
Supomo menambahkan, Pemkot juga telah menjalankan program lain yang mendukung pemberantasan prostitusi, yakni dengan memberikan keterampilan kepada mucikari dan PSK. Bahkan, setiap bulan juga digelar pengajian serta pendampingan keagamaan. "Pelatihan wirausaha dilakukan dengan tujuan bila PSK dikembalikan ke tempat asalnya sudah siap beralih profesi ke pekerjaan yang lebih baik," tandasnya.