REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dalam penanganan aksi kerusuhan yang terjadi di Salemba, Jakarta Pusat, Kamis (29/3) malam, Kepala Bagian Penerangan Umum Polri, Kombes Pol Boy Rafli Amar, mengatakan kepolisian masih memeriksa 53 mahasiswa di POlda Metro Jaya. Diduga, mereka banyak yang bersembunyi di beberapa tempat, termasuk Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI).
"Dari para mahasiswa itu, mereka ada yang dari daerah, seperti palu, Jawa Timur, Yogyakarta, Banten, dan sisanya dari Jakarta. Semuanya mahasiswa. Jumlahnya bervariasi. Kalau dari pemeriksaan terbukti mereka tidak melakukan anarkistis, pasti akan dibebaskan, termasuk mereka yang diamankan dari YLBHI," katanya di kantor Kemenko Polhukam, Jumat (30/3) dini hari.
Pihak kepolisian menilai bahwa aksi demo yang terjadi di Salemba itu merupakan perbuatan melanggar hukum. Petugas melakukan tindakan secara proporsional, katanya, yaitu dengan melakukan imbauan pada tahap pertama. Kalau tidak diindahkan, maka aksi tersebut, kata dia, harus dihentikan dan polisi pun bertindak.
Tindakan kepolisian yang masuk ke kampus, lanjutnya, ditujukan untuk mencari pihak yang melakukan perusakan. Polisi mencari pihak yang membawa dan melempar bom molotov. "Saya menduga, bom molotov yang dibawa sama seperti yang kemarin tertangkap 20-an orang mahasiswa. Masak unjuk rasa bawa bom molotov? Kita menelusuri motif apa di balik semua ini. Kita ingin cari tahu. Bawa bom itu tidak dibolehkan."
Penyidik juga akan mempelajari dan mengecek datanya, apakah ke-53 orang itu adalah mereka yang termasuk ditangkap pada peristiwa kerusuhan di Gambir, Selasa (27/3). Barang bukti dari aksi anarkistis itu adalah motor dan mobil yang terbakar, sembilan buah bom molotov, 4 bilah bambu runcing, dan 3 buah ketapel.
Terkait dengan korban yang terkena peluru, pihaknya menegaskan bahwa polisi tengah menunggu hasil proses visum. Saat ini, Agung Tuanany masih diberikan perawatan.