REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG – Rencana pemerintah yang akan menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi berpotensi menggagalkan target prognosa Bulog Jawa Tengah untuk melakukan penyerapan beras dari petani.
Pasalnya, dengan kenaikan harga BBM ditengarai juga akan memicu harga beras petani di pasaran, yang jauh dari harga pembelian pemerintah (HPP).
Dengan tak terpenuhinya prognosa Bulog dari penyerapan petani, dikhawatirkan cadangan beras untuk masyarakat miskin (raskin) akan diimpor dari luar negeri. Dari pantauan Komisi B DPRD Jawa Tengah, meski kenaikan harga BBM masih berupa rencana, harga beras di pasaran sudah melonjak tajam dari HPP yang ditetapkan pemerintah.
Anggota Komisi B DPRD Jateng, Istajib AS, mengatakan HPP beras yang ditetapkan oleh pemerintah adalah sebesar Rp 6.000 per kilogram. Padahal, saat ini di pasaran harga beras dengan kualitas paling rendah sudah menembus harga Rp 7.000-7500 per kilogram.
"Kalau harga BBM jadi naik sebesar Rp 1.500 per liter (solar dan bensin), maka kami perkirakan harga beras akan kembali naik berkisar antara Rp 500-1.000 per kilogram. Dengan harga yang jauh dari HPP ini, maka Bulog akan kesulitan untuk melakukan penyerapan," ujar Istajib di Gedung Berlian DPRD Jateng, Jumat (30/3).
Hingga pertengahan bulan ini, Bulog Jateng baru mampu melakukan penyerapan beras petani sekitar 103 ribu ton, atau 10 persen dari total prognosa sekitar 781.750 ton. Padahal, di berbagai daerah di Jateng telah melaksanakan panen. Kondisi ini jika dibiarkan berlarut, maka akan mengancam cadangan beras Bulog yang digunakan untuk menjaga ketahanan pangan di provinsi ini.
Politisi PPP tersebut mendorong agar Bulog Jateng berani menyuarakan masalah tersebut ke pemerintah pusat sehingga ada perubahan HPP. Pasalnya, tanpa ada perubahan HPP, maka kecenderungan Bulog untuk menyerap beras petani akan terus mengalami penurunan.
Dengan kenaikan harga BBM, pemerintah juga harus memikirkan untuk kembali merevisi HPP. "Memang revisi HPP telah dilakukan pada awal tahun ini, tapi dengan rencana kenaikan harga BBM, pemerintah tak boleh menutup mata," tegas Istajib.