REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG - Fraksi PDI Perjuangan DPR RI menilai, keberadaan Pasal 7 Ayat (6a) bertentangan dengan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 002/PUU-I/2003 yang membatalkan Pasal 28 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi.
Demikian pernyataan Wakil Ketua Bidang Pengaduan Masyarakat Fraksi PDI Perjuangan DPR RI, Eva Kusuma Sundari, melalui perangkat komunikasi kepada ANTARA di Semarang, Sabtu (30/3) pagi.
Isi Pasal 28 Ayat (2) yang dianulir Mahkamah Konsititusi (MK), "Harga bahan bakar minyak dan harga gas bumi diserahkan pada mekanisme persaingan usaha yang sehat dan wajar".
Pasal 7 Ayat (6a) yang telah disepakati dalam Sidang Paripurna DPR RI, Sabtu dini hari, 'Dalam hal harga rata-rata minyak Indonesia (Indonesia Crude Oil Price/ICP) dalam kurun waktu berjalan mengalami kenaikan atau penurunan rata-rata sebesar 15 persen dalam enam bulan terakhir dari harga minyak internasional yang diasumsikan dalam APBN Perubahan Tahun Anggaran 2012, maka pemerintah berwenang untuk melakukan penyesuaian harga BBM bersubsidi dan kebijakan pendukungnya'.
Eva yang juga Anggota Komisi III (Bidang Hukum & Perundang-undangan, Hak Asasi Manusia, dan Keamanan) DPR RI itu menyatakan, meski kalah pada Sidang Paripurna dengan agenda pembahasan RUU APBN Perubahan 2012, PDI Perjuangan akan tetap memegang teguh konsistensi sikap pro-kedaulatan energi dalam pembahasan RUU APBN-APBN tahun fiskal mendatang.
"PDI Perjuangan akan tetap memperjuangkan agar BBM diperlakukan sebagai barang publik (bukan barang dagangan) demi kepentingan rakyat," katanya.
Menyinggung 'walk out' (meninggalkan) pada sidang paripurna itu, dia menjelaskan bahwa Ketua DPR RI Marzuki Alie yang memimpin sidang mengabaikan sikap politik Fraksi PDI Perjuangan yang menolak adanya Pasal 7 (6a) di dalam RUU APBN Perubahan 2012.
"Penolakan itu semata demi komitmen DPR RI terhadap prinsip konstitusionalisme," kata Eva yang juga wakil rakyat berasal dari Daerah Pemilihan Jawa Timur VI itu.
Fraksi PDI Perjuangan DPR RI menyatakan kecewa dan protes karena pertimbangan dan keberatan atas dua opsi pemungutan suara yang tidak mengakomodasi sikap politik fraksi itu.
Ia menjelaskan, penolakan FPDI Perjuangan terhadap kenaikan harga BBM adalah konsekuensi penolakan terhadap pasal selundupan 7 Ayat (6a) dalam RUU APBN Perubahan 2012 yang bertentangan dengan Pasal 7 (6) di UU APBN 2012.
Pasal (7) Ayat (6) UU Nomor 22/2011 tentang APBN Tahun 2012 menyebutkan bahwa harga jual eceran bahan bakar minyak bersubsidi tidak mengalami kenaikan.
Menurut dia, pemungutan suara yang dikonstruksi pimpinan sidang paripurna justru terhenti pada setuju-tidaknya Pasal 7 (6) UU APBN 2012 yang secara substantif sudah menjadi norma karena sudah mendapat kesepakatan semua fraksi, termasuk PDI Perjuangan.
Sementara itu, kata dia, pidato Ketua Badan Anggaran (Banggar) Melchias Marcus Mekeng justru menyebut secara eksplisit bahwa problem utama RUU APBNP 2012 justru pada Pasal 7 (6a) yang belum ada kesepakatan semua fraksi sehingga pantas untuk menjadi agenda pemungutan suara.