REPUBLIKA.CO.ID, GAZA — Israel mendeportasi tahanan wanita Palestina yang melakukan mogok makan selama 44 hari, Hana Shalabi, Ahad (1/4). Ia tiba di Gaza sebelum malam dengan ambulans.
Sebelum dideportasi, terjadi perpisahan penuh air mata dengan anggota keluarga yang melihatnya di perbataan Gaza-Erez. Pihak keluarga hanya diizinkan bertemu dengan Shalabi selama satu jam.
Seorang pejabat militer Israel mengatakan hal tersebut dilakukan sebagai imbalan pembebasannya dari penjara. Hana akhirnya setuju diasingkan selama tiga tahun di Jalur Gaza. Seorang penduduk Tepi Barat mengatakan, Shalabi memulai mogok makan sebagai aksi protes karena ditahan tanpa diadili.
Hana Shalabi ditahan secara administratif karena diduga bergabung dengan kelompok militan Jihad Islam. "Dia adalah seorang aktivis Jihad Islam, sebuah organisasi teroris yang ekstrem, dan hakim memutuskan untuk terus menahannya," kata juru bicara pemerintah Israel Mark Regev.
Israel beralasan menggunaan cara penahanan tanpa pengadilan untuk melindungi sumber-sumber intelijen dalam setiap proses hukum terhadap tersangka Palestina. Pernyataan Israel itu ditentang oleh kelompok hak asasi manusia dan Uni Eropa. Para pejabat Palestina baik di Tepi Barat dan Gaza menyuarakan keberatan terhadap deportasi Shalabi.
Pemimpin Jihad Islam, Khader Habib, yang menunggu Shalabi di persimpanga Erez mengatakan pihakya tidak diajak berkosultasi tentang kesepakatan tersebut. Seorang pejabat Otoritas Palestina Tepi Barat, Hussein al-Sheih mengatakan pemerintahannya bukan bagian dari kesepakatan itu dan menolak untuk deportasi.