REPUBLIKA.CO.ID, DOHA -- Buron Wakil Presiden Irak Sunni Tareq al-Hashemi meninggalkan wilayah otonomi Kurdistan guna bertolak ke Qatar, Ahad (14/1). Keberangkatan Hashemi merupakan pertama kalinya sejak ia melarikan diri pada Desember ke wilayah semiotonom Kurdistan Irak untuk menghindari surat perintah penangkapan.
"Wapres Irak meninggalkan wilayah Kurdistan Irak pada Minggu pagi untuk pergi ke Doha yaitu Negara bagian Qatar," kata pernyataan kantor Hashemi, seperti dilaporkan AFP.
Irak sebelumnya meminta Kurdistan untuk menyerahkan Hashemi, namun sejauh ini Kurdistan masih menolak permintaan tersebut. Wilayah Kurdistan memiliki pasukan keamanan sendiri. Ini berarti, Hashemi secara efektif berada di luar jangkauan polisi oeh pemerintah pusat di Baghdad.
Hashemi melakukan kunjungan atas dasar undangan dari Qatar. Rencananya, Hashemi akan bertemu dengan Emir Sheikh Hamad bin Khalifa al-Thani dan Perdana Menteri Sheikh Hamad bin Jassem bin Jabr al-Thani, sebelum mengunjungi negara-negara lain yang tidak disebutkan Setelah kunjungan, ia akan kembali ke Kurdistan.
Sementara itu, Kantor Berita Qatar QNA mengatakan, bahwa Hashemi telah tiba di Doha hari Ahad dalam kunjungan resmi yang akan berlangsung beberapa hari. "Dia diterima saat tiba di Bandara Internasional Doha oleh Qatar Menteri Negara Sheikh Hamad bin Nasser bin Jassem al-Thani," kata QNA melaporkan tanpa memberikan rincian lebih lanjut.
Hashemi dituduh terlibat dalam serangan bom terhadap para pejabat pemerintah dan keamanan selama beberapa tahun terakhir. Para pejabat Irak juga menuduh Hashemi menjalankan pasukan maut terhadap peziarah Syiah. Termasuk pemboman mobil pada November 2011 di Ibu Kota Irak, Baghdad yang tampaknya telah direncanakan Perdana Menteri Nouri al-Maliki. Sementara Hashemi membantah tuduhan yang dikatakan bermotif politik.
Pada 19 Desember 2011, sebuah komite investigasi Kementerian Dalam Negeri Irak mengeluarkan surat perintah penangkapan bagi Hashemi setelah tiga pengawalnya mengaku menerima perintah darinya untuk melakukan serangan.
Sebelum berita tentang kunjungan Hashemi yang muncul, Perdana Menteri Irak Nouri al-Maliki memperingatkan negara-negara Arab lainnya terkait kunjungan Hashemi. "Mereka harus tahu bahwa terdakwa yang diinginkan oleh sebuah negara yang merupakan anggota liga Arab ... jadi dia tidak seharusnya diterima sebagai wakil presiden, yang merupakan pelanggaran terhadap hubungan internasional," katanya.