REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Senin (2/4), menuntut terdakwa perkara suap wisma atlet SEA Games M Nazaruddin di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta. Mantan bendahara umum Partai Demokrat itu dituntut hukuman tujuh tahun penjara serta denda Rp 300 juta subsider enam bulan penjara.
"Meminta majelis hakim Pengadilan Tipikor menyatakan terdakwa telah bersalah secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana dalam Pasal 12 b UU/31/1999 sebagaimana diubah dalam UU/20/2001 Tentang Perubahan UU/31/1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi," kata Jaksa I Kadek Wiradana saat membacakan tuntutannya.
Dalam mengambil tuntutannya, JPU mempertimbangkan hal-hal yang memberatkan dan meringankan. Yang memberatkan yaitu perbuatan Nazaruddin membuat buruk citra DPR, tidak memberikan contoh tauladan kepada rakyat, menyalahgunakan jabatannya, mempersulit proses persidangan dan tidak kooperatif karena melarikan diri yang membuat negara mengeluarkan biaya besar untuk memulangkannya, serta perbuatannya dilakukan saat pemerintah gencar melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi. Sedangkan hal yang meringankan yaitu Nazaruddin belum pernah dihukum dan masih memiliki tanggungan keluarga.
JPU KPK menilai, berdasarkan fakta persidangan, Nazaruddin terbukti selaku anggota DPR RI telah mengatur PT Duta Graha Indah (PT DGI) untuk mendapatkan proyek pembangunan wisma atlet SEA Games di Palembang. Hal tersebut dimulai pada Januari 2010 di mana di ruang Menpora Andi Malarangeng melakukan pertemuan dengan Andi sendiri, Sesmenpora Wafid Muharam, dan dua orang anggota DPR yaitu Angelina Sondakh dan Mahyudin. Di sana, Nazaruddin membicarakan proyek wisma atlet.
Kemudian, tindak lanjut dari pertemuan tersebut, Nazaruddin memperkenalkan Mindo Rosalina Manulang selaku Direktur Marketing PT Anak Negeri ke Sesmenpora Wafid Muharam. Nazaruddin pun meminta Wafid untuk membantu melalui Rosalina supaya PT DGI memenangi tender proyek wisma atlet SEA Games. Nazaruddin kemudian juga mengenalkan Rosalina ke Badan Anggaran (Banggar) DPR dan meminta supaya Rosalina mendapat fasiltas.
Atas permintaan Nazaruddin tersebut, Wafid Muharam menyanggupi untuk memenangi PT DGI. Namun, dengan catatan DPR sudah menyetujuinya. Nazaruddin kemudian meyakinkan Wafid bahwa Komisi X DPR telah menyetujuinya.
Atas bantuan Nazaruddin memenangkan PT DGI itu, Nazaruddin mendapatkan fee 13 persen dari total keseluruhan biaya proyek sebesar Rp 191, 6 miliar atau senilai Rp 25 miliar. Namun, Nazaruddin baru menerima cek dari Direktur Marketing PT DGI, M Idris sebesar Rp 4,6 miliar dalam bentuk lima lembar cek.
Lima lembar cek itu sendiri, kemudian telah dicairkan oleh Wakil Direktur PT Permai Group, perusahaan milik Nazaruddin, Yulianis. Uang itu disimpan dalam sebuah brankas di kantor PT Permai Group, Warung Buncit Jakarta.
"Dapat disimpulkan bahwa cek tersebut sudah dalam kuasa terdakwa (Nazaruddin)," kata Jaksa Anang Supriyatna.