REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pihak kuasa hukum Gubernur Bengkulu nonaktif, Agusrin M Najamuddin, mengajukan penundaan eksekusi selama 10 hari dan meminta agar proses eksekusinya dilakukan di Jakarta. Menurut pihak kuasa hukum Agusrin, hal ini untuk menghindari pendukung Agusrin yang tidak dapat dikendalikan pada saat eksekusi.
"Jadi, kalau di Bengkulu itu pendukungnya (Agusrin) kan banyak. Pendukungnya tidak bisa dikendalikan," kata salah satu kuasa hukum Agusrin, Marthen Pongrekun, Selasa (3/4).
Menurutnya saat ini Agusrin telah mengajukan Peninjauan Kembali (PK) di Mahkamah Agung (MA) dan sedang diproses. Ia pun berharap dalam waktu dekat putusan PK dapat segera turun. "Jadi harapan kami, PK-nya diterima. Kalau orang sudah terlanjut masuk (penjara), tahu-tahu putusannya lain kan kasihan. Tapi kalau harus dihukum, kan tetap empat tahun, tidak rugi kok."
Sebelumnya MA mengabulkan kasasi yang diajukan oleh jaksa penuntut umum (JPU) atas kasus Gubernur Bengkulu nonaktif periode 2005-2010 ini. Dengan demikian, majelis hakim kasasi menyatakan Agusrin bukan bebas murni dan hakim pun menjatuhkan hukuman empat tahun penjara dan denda Rp 200 juta, subsider tiga bulan kurungan.