REPUBLIKA.CO.ID, KORNITSA -- Lebih dari 22 tahun setelah komunisme jatuh, otoritas Bulgaria akhirnya mengakui adanya represi terhadap muslim. Januari lalu, parlemen Bulgaria menyatakan hal tersebut. Peristiwa itu digambarkan sebagai upaya pembersihan etnis yang dilakukan rezim totalitarian. Sekitar 10 persen dari 7,4 juta populasi Bulgaria adalah muslim.
"Saya masih belum mengerti mengapa mereka melakukan itu kepada kami, menghalangi hak asasi kami dalam memilih agama dan nama," kata Bayram Geta (74 tahun), seperti diberitakan AP, Selasa (3/4).
Geta merupakan pemimpin protes di Kornitsa. Ia menghabiskan 8,5 tahun hidupnya di penjara karena melawan negara sosialis. Sembilan rekannya juga mengalami hal serupa. Istri dan keempat anak Geta dipaksa meninggalkan rumah mereka dan tinggal di desa terpencil dekat Danube.
Geta meletakkan bunga di tugu peringatan bagi lima orang warga yang terbunuh. Kelima nama muslim para korban tertoreh di batu monumen itu. "Mereka bahkan menghapus nama muslim leluhur kami dari batu nisan agar kami melupakan masa lalu kami," ujarnya sambil menyeka air mata.
Ketika ditanya, apakah ia pernah memikirkan membalas dendam, korban lainnya, Ibrahim Byalk (64 tahun) justru balik bertanya. "Untuk apa? Kami semua sangat menderita di bawah rezim tersebut. Kami memaafkan, tetapi tidak bisa melupakan tragedi itu," ujarnya.
Ia menambahkan, Tuhan akan memberikan ganjaran setimpal bagi mereka yang bertanggung jawab atas tragedi tersebut.