REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Pemerintah diharapkan mengembangkan bahan bakar gas (BBG) untuk kebutuhan transportasi. BBG yang lebih dikenal dengan nama compressed natural gas (CNG), dianggap memiliki ketersediaan lebih banyak karena berasal dari gas bumi.
Hal ini berbeda dengan Vi-Gas yang biasa dikenal dengan nama liquefied gas for vehicle (LGV). Pasalnya Vi-Gas merupakan bahan bakar dari minyak bumi yang persediaannya mulai menipis.
"Selain itu harga BBG juga relatif lebih murah dibanding Vi-Gas," kata Direktur Eksekutif Yayasan Teknologi dan Inovasi Indonesia (Tenov), Ferry Dzulkifli, Rabu (4/3). Harga eceran konsumen BBG misalnya berada di kisaran Rp 4.100 sementara Vi-Gas berada di kisaran Rp 8.590.
"Dengan demikian, jika ingin melepaskan ketergantungan dari minyak bumi, BBG lebih unggul dibanding Vi-Gas," jelasnya lagi. Ia menuturkan BBG bisa menjadi pengganti BBM yang lebih baik untuk masyarakat.
Meski demikian dari sisi kemanan, baik BBG maupun Vi-Gas, Ferry menilai harus ada edukasi lebih lanjut. Berbeda dengan Vi-Gas yang tidak boleh bocor, BBG harus diatur agar bisa bocor dengan menggunakan safety valve agar aman.
"Memang ada beberapa pemahaman keliru yang membuat pengguna khawatir," katanya Dewan Pakar Ikatan Alumni ITS ini. Ia menuturkan hal inilah yang harus disosialisasikan ke para pengguna.