REPUBLIKA.CO.ID, BAMAKO -- Pemberontak Tuareg yang menyebut dirinya Gerakan Nasional untuk Pembebasan Azawad Mali Utara (MNLA) pada Jumat (6/4), menyatakan kemerdekaan Azawad. Pernyataan tersebut diposting di laman kelompok mereka melalui juru bicara televisi France 24.
"Atas nama rakyat Azawadi dan setelah berkonsultasi dengan komite eksekutif, dewan revolusioner, dewan pertimbangan dan kepala staf Tentara Pembebasan Nasional, kami memutuskan untuk mendeklarasikan kemerdekaan Azawad," kata pernyataan itu.
Pernyataan itu juga menyebutkan penghormatan dan pengakuan pemberontak dalam hal perbatasan negara tetangga dan komitmen MNLA untuk terlibat penuh dalam piagam PBB. Pemberontak juga berjanji untuk memulihkan keamanan dan mulai membangun lembaga negara yang mengarah ke sebuah konstitusi demokratis untuk Azawad yang independen.
MNLA juga menyeru masyarakat internasional untuk mengakui negara Azawad tanpa penundaan dan mengatakan akan terus mengelola urusan Azawad sampai tokoh nasional ditunjuk.
MNLA dibentuk pada Oktober 2011 ketika pemberontak Tuareg lokal bergabung dengan rekan-rekan mereka yang berada di Libya setelah tumbangnya rezim Gaddafi. MNLA menolak laporan bahwa pemberontak yang berjuang sebagian besar bekerja untuk Gaddafi.
"Kami mengkonfirmasi dan menggarisbawahi bahwa kombatan yang kembali dari Libya, berjuang dengan NTC (Dewan Transisi Nasional), memiliki kekuatan lebih dari pada yang mereka lakukan dengan pasukan Gaddafi,"kata kelompok itu di situsnya.
Kekalahan Gaddafi menyebabkan masuknya senjata ke wilayah tak berpemerintahan di gurun Sahara dimana sebagian besar Suku Tuareg menetap. Sementara Pemerintah Mali menuduh MNLA memiliki hubungan dengan Alqaidah karena dugaan kerja sama diantara Tuareg dengan kelopok ekstremis Islam.
Namun, MNLA menjaga jarak dengan Ansar Dine dan siap menghadapi semua jaringan mafia.
Sebelumnya, kelompok-kelompok bersenjata dari gerilaywan Islam menyerang konsulat Aljazair dan menculik tujuh diplomat Kamis (5/4). Penculikan terjadi di tengah kekhawatiran para petempur yang memiliki hubungan dengan Alqaidah mengambil keuntungan dari pelanggaran hukum di daerah tersebut.
Juru bicara MNLA, Moussa Ag Attaher, dalam komentar kepada AFP, mengecam penculikan itu sebagai hal yang menyedihkan."Kami menentang tindakan itu tetapi akan berusaha menyelamatkan nyawa mereka,"katanya.
Sebelumnya, suku gurun yang sering berpindah-pindah itu tidak sendiri di utara . "Dari apa yang kami ketahui, MNLA tidak banyak berperan saat ini tetapi yang paling kuat dan ia bekerja sama dengan AQIM," kata satu sumber militer Mali kepada AFP sebelumnya, mengacu pada Alqaidah di Magrib Islam.
Negara Afrika barat itu pecah menjadi wilayah utara yang dikuasai pemberontak dan wilayah selatan yang dikuasai junta dalam dua pekan sejak satu kudeta. Kemudian, masyarakat internasional berusaha mengatasi konflik itu.
Amnesti Internasional memperingatkan bahwa Mali utara menghadapi satu malapetaka kemanusiaan setelah pemberontak menjarah pasokan bahan pangan dan obat-obatan di seluruh daerah itu yang telah menghadapi kekurangan pangan.