REPUBLIKA.CO.ID, KAIRO -- Mantan wakil presiden sekaligus mantan kepala Intelijen era Hosni Mubarak, Omar Suleiman maju sebagai calon presiden dalam Pemilu Presiden Mesir, Mei mendatang. Tapi pencalonan diri Omar mendapat tentangan dari Ikhwanil Muslimin. Bahkan, Omar mengklaim dirinya mendapat ancaman pembunuhan dan balas dendam dari anggota Ikhwanul.
"Begitu nominasi untuk saya diumumkan, saya mendapat telepon ancaman mati dan balas dendam dari anggota Ikhwan," kata Suleiman mengklaim, Senin (9/4). Di sisi lain, anggota Ikhwan enggan mengomentari tuduhan Omar.
Calon presiden dari Ikhwan, Khairat al-Shater, menilai masuknya Omar dalam bursa capres dianggap sebagai penghinaan terhadap revolusi rakyat Mesir. "Omar Suleiman telah membuat kesalahan besar. Dia akan menang jika kepalsuan era Mubarak terjadi, dan revolusi kembali terjadi," kata Shater kepada Reuters, Ahad (8/4) kemarin.
Omar sendiri menapik usaha pencalonan dirinya untuk melanjutkan kekuasaan Mubarak. Tokoh kunci dalam hubungan rahasia Israel-Mesir itu mengatakan, tidak ada yang dapat menghidupkan kembali suatu rezim, karena rezim telah gagal dan ditolak masyarakat.
Pria kelahiran Qena, di selatan Mesir itu juga mengaku, pendaftaran dirinya menjadi calon presiden Mesir tidak didukung penguasa militer. "Dewan tertinggi militer tidak ada hubungannya, baik negatif maupun positif dalam keputusan saya bergabung dalam pemilihan presiden," kata Omar menegaskan dalam wawancara yang diterbitkan surat kabar Mesir, Al-Akhbar, Senin (9/4).
Omar mengaku, tuntutan publiklah yang mendorongnya ikut andil dalam pemilu dan mengumpulkan 30 ribu pendukung. "Desakan kalian merupakan perintah. Saya seorang tentara yang tak pernah mengabaikan perintah," tegas Omar.
Setelah rezim Mubarak tumbang, Omar tak sekali pun muncul di depan publik. Ia kemudian dipilih sebagai wakil presiden saat kekuasaan Mubarak mulai rapuh.
Banyak pihak menyangsikan pencalonan diri Omar karena ia berlatar belakang militer. Ia juga disebut-sebut mendapat dukungan dari dewan penguasa militer yang mengambil alih kekuasaan Mubarak pada Februari tahun lalu. Tapi Omar mengaku, pencalonan dirinya tak lain karena popularitas Ikhwanul telah jatuh. Ikhwan, menurutnya, akan memonopoli parlemen dan pemerintahan.
Suleiman berjanji, jika ia menang maka ia takkan ikut campur dalam pengadilan terhadap anggota rezim Mubarak. Mubarak dan beberapa pejabat diadili karena diduga terkait dengan kematian lebih dari 800 demonstran selama pemberontakan. Ia juga berjanji untuk memulihkan ekonomi, memberantas korupso, menerapkan demokrasi dan menghormati semua perjanjian internasional Mesir.