REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) tak memiliki keharusan untuk menyampaikan pernyataan, terutama terkait dengan nasib PKS di partai koalisi pemerintah, Setgab. Hal ini disampaikan juru bicara kepresidenan, Julian Aldrin Pasha. "Untuk PKS, Presiden tidak akan menyampaikan langsung menyampaikan pernyataan. Tidak ada keharusan presiden menyampaikan hal itu," katanya, Senin (9/4).
Ia mengingatkan adanya code of conduct yang harus dijalankan para anggota partai koalisi, terutama butir kelima. Bunyinya: "Bilamana terjadi ketidaksepakatan terhadap posisi bersama koalisi, terlebih menyangkut isu yang vital dan strategis, seperti yang tercantum dalam butir 2 tersebut di atas yang justru dituntut kebersamaan dalam koalisi, semaksimal mungkin tetap dilakukan komunikasi politik untuk menemukan solusi yang terbaik."
Dalam pasal itu dijelaskan pula, apabila pada akhirnya tidak ditemukan solusi yang disepakati bersama, maka parpol peserta koalisi yang bersangkutan dapat mengundurkan diri dari koalisi. Manakala parpol yang bersangkutan tidak mengundurkan diri, pada hakikatnya kebersamaannya dalam koalisi partai telah berakhir. Selanjutnya presiden mengambil keputusan dan tindakan menyangkut keberadaan parpol dalam koalisi dan perwakilan partai yang berada dalam kabinet
"Saya perlu menggarisbawahi, bagaimana code of conduct. Butir kelima, bila memang tidak ada kebersamaan, partai bersangkutan dapat mengundurkan diri," katanya.
Perihal reshuffle kabinet, Julian menegaskan hal tersebut sepenuhnya hak prerogatif presiden. Artinya, Presiden memiliki hak penuh untuk memberhentikan dan mengangkat menteri dalam kabinetnya. "Kalau nantinya menyampaikan secara langsung, konteksnya soal reshuffle kabinet, bukan soal penyikapan terhadap parpol koalisi," katanya. Meski demikian, kata dia, belum tentu ada reshuffle kabinet.