REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Maraknya gerakan anti parpol mendapat kecaman sejumlah pihak. Gerakan ini bahkan dinilai mengabaikan demokrasi, karena peran parpol begitu besar dalam menjaga keutuhan demokrasi.
"Gerakan anti parpol harus dilawan," jelas Ketua Umum Garda Muda Nasional, Kuntum Khairu Basa, saat dihubungi, Selasa (10/4) dini hari. Perlawanan dikatakannya tidak secara fisik, namun kultural. Gerakan anti parpol merambah akar rumput dengan menggunakan argumentasi yang disampaikan dalam diskusi-diskusi baik formal maupun informal. Hal itu kemudian menjadi pembicaraan yang diterima khalayak.
Serangan melawan gerakan ini pun harus menggunakan pola yang lebih progresif. Forum diskusi gerakan-gerakan yang membuktikan parpol dibutuhkan masyarakat harus ditonjolkan.
Kuntum menjelaskan presiden di Indonesia ini selalu berasal dari parpol. Soeharto dan BJ Habibie dikenal sebagai pembesar Golkar. Megawati dari PDIP. SBY dari Demokrat. Presiden yang akan datang pun, jelas Kuntum, pasti dari parpol. "Tidak mungkin independen," imbuhnya.
Kuntum menilai mereka yang anti parpol belum mengerti bahwa parpol bagian dari pilar demokrasi. Masyarakat membutuhkan parpol agar aspirasinya disalurkan kepada pemerintah. Parpol memegang fungsi pengawasan terhadap jalannya pemerintahan. Jika pemerintah melakukan kesalahan maka parpol yang mengoreksi. "Besar fungsinya. Jangan abaikan parpol," imbuh Kuntum