Kamis 12 Apr 2012 14:07 WIB

Inilah 8 Kesalahan Penulis Fiksi Pemula

Rep: Meiliani Fauziah/ Red: Heri Ruslan
Menulis cerpen, ilustrasi
Menulis cerpen, ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID,  Penulis beberapa novel fiksi populer, Clara Ng, menyebutkan beberapa kelemahan para penulis fiksi pemula. Kesalahan ini merujuk pada formula penulisan yang kurang tetap, sehingga cerita menjadi kurang berkesan. “Ibarat kue, kesalahan naskah fiksi ini membuat naskah menjadi fiksi yang rusak. Seperti kue yang gagal mengembang,” ujarnya melalui akun twitter clara_ng.

Beberapa kesalahan itu adalah :

Penuturan konflik

Konflik adalah perlawanan atas segala seuatu yang diperjuangkan karakter. Konflik adalah arus balik kesalah. Sandaran fiksi adalah konflik, bukan pada konsep cerita. Konsep cerita sebagus apapaun akan hancur tanpa kehadiran konflik.

Konflik adalah nyawa. Seperti tangga, konflik harus digambarkan bertahap, dari kecil hingga membesar. Konflik juga seperti bayi, harus bertumbuh. Konflik yang stagnan hanya akan membuat fiksi menjadi mati.

Pembukaan yang lemah

Pembukaan yang lemah artinya pembukaan yang tidak memperlihatkan konflik. Konflik seharusnya sudah membayang muncul di pembukaan cerita atau prolog. Pembukaan yang salah adalah pembukaan yang mengabaikan atau menahan konflik.

Penyelesaian konflik yang lemah

Konflik yang sudah menghantui naskah sejak awal, harus ditutup dengan penyelesaian yang kuat. Penyelesaian yang lemah artinya konflik yang dibangun hanya selapis tipis. Lemahnya penyelesaian bisa disebabkan antara lain karena si karakter keluar dari masalah dengan bantuan.

Karakter tidak berjuang

Ada tokoh atau situasi lain yang serta merta menyelamatkan dia dari konflik. “Tokoh harus berjuang menyelesaikan masalahnya. Boleh mendapat bantuan tidak langsung, tapi penyelesaian harus tetap dilakukan di tokoh utama. Hindari aksi serobot,” kata Clara.

Dialog yang bertele-tele

Dialog yang ‘garing’ tanpa tujuan yang jelas hanya akan membuat fiksi diam di tempat. Pada naskah humor pun, dialog harus mengacu pada rumus yang berlaku. Ada tengah, ada konflik, ada kick-ass-nya. Tnapa itu, gumor akan mati dalam dialog.

Kalimat-kalimat yang tidak patuh pada aturan Bahasa Indonesia

Bahasa Indonesia itu susah. Kita semua harus belajar bahasa Indonesia dimulai dengan yang sederhana, yaitu Subjek-Predikat-Objek-Keterangan (SPOK).

Tanda baca yang tidak pada tempatnya

Ini akibat penerapan bahasan Indonesia yang tidak maksimal. Kesewenang-wenangan tanda baca seperti seorang yang menyetir mobil dengan ugal-ugalan. Tnada baca sama dengan rambu lalu lintas. Tidak taat rambu hanya akan menghasilkan banyak kecelakaan.

Setting yang terlupakan.

Setting yang terlupakan, berarti isi cerita hanya didominasi dengan dialog.

Clara juga menyarakan para penulis baru untuk menghindari membuat buku yang masuk kategori junk-book. Termasuk dari jenis ini adalah buku-buku yang gagal membuka wawasan pembacanya, hanya mengejar kuantitas tanpa menaruh perhatian pada kualitas. “Jangan sampai industri penerbitasn di Indonesia dipenuhi buku tanpa kualitas. Buku adalah gerbang utama masa depan,” ujarnya kepada Republika, Rabu (11/04).

 

 

 

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement