REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat, Marzuki Alie, mengatakan bahwa bentuk komitmen partainya terhadap partai-partai koalisi yang selama ini berkomitmen. Serta memiliki integritas dan loyalitasnya yang teruji. ''Tentu kita harus berpihak pada itu. Kalau mau menyenangkan semua, webster itu memang lebih fair,'' katanya di gedung DPR, Jakarta, Jumat (13/4).
Pada pengambilan keputusan terkait RUU Pemilu, Demokrat memang bergabung dengan partai-partai menengah ke bawah, yaitu PAN, PKB, PPP, Gerindra, dan Hanura. Bahkan, katanya, hal itu terjadi untuk empat isu krusial yang jadi sikap enam partai itu, seluruhnya mengakomodasi kepentingan partai menengah-kecil yang tidak mengubah UU Nomor 10 Tahun 2008 tentang pemilu anggota DPR, DPRD, dan DPD.
Perubahan di undang-undang baru hanya ada di besaran ambang batas parlemen (parliamentary threshold/PT) yang menjadi 3,5 persen dari sebelumnya 2,5 persen. Menurut Marzuki, dengan kuota murni, memang akan ada ketidakadilan penghitungan suara. Seperti terjadi pada pemilu 2009 lalu. ''Waktu yang lalu ada kursi yang harganya 100 ribu ada yang 50 ribu. Di daerah apalagi. Di kabupaten/kota ada yang harganya enam ribu ada yang 500 suara,'' papar Ketua DPR tersebut.
Ini diakuinya bisa diatasi dengan sistem metode divisor Webster yang memang memberikan kursi sesuai perolehan suara. Sehingga, partai dengan enam ribu suara bisa mendapat dua kursi. Sementara yang 500 suara tidak akan dapat kursi.
Ia pun mengaku, bisa saja Demokrat meninggalkan 'partai sahabat' dan ikut dengan usulan Golkar dan PDI Perjuangan yang meminta divisor varian webster. Apalagi, kalau mengacu pada data pemilu lalu, Demokrat bisa bertambah banyak. ''Tapi Demokrat dalam hal ini berkomitmen tidak serta merta karena menguntungkan terus meninggalkan teman sejalan seiring. Tidak baik juga. Itu yang kita lihat,'' paparnya.
Karenanya, ia pun yakin kalau undang-undang itu tidak akan memuaskan semua. Diakuinya, hal itu karena memang sarat dengan kepentingan partai politik.