REPUBLIKA.CO.ID, BANDA ACEH - Kepala divisi penerapan penelitian Pusat Penelitian Tsunami dan Mitigasi Bencana (TDRMC) Syamsidik mengharapkan agar warga aceh tidak hanya mengandalkan pengalaman tsunami 2004 lalu sebagai acuan untuk menyelamatkan diri.
"Kebanyakan warga pada gempa besar Rabu (11/4) lalu, memilih untuk melihat surutnya permukaan air laut di pantai, sebenarnya mereka tidak sadar kalau justru membahayakan jiwa mereka sendiri," ujar Syamsidik di Banda Aceh, Senin.
Menurutnya, sebaiknya begitu mengalami gempa yang skalanya cukup besar warga segera lari menyelamatkan diri menuju dataran tinggi, bukan malah melihat ke laut.
Karena kalau memang terjadi tsunami, masyarakat sudah tidak akan bisa menghindar dari kecepatannya, selain itu patokan terjadinya tsunami bukan hanya air surut saja, bisa saja datang secara tiba-tiba, syamsidik menambahkan.
"Sebenarnya, keputusan warga untuk melihat air pantai yang surut saya rasa kurang tepat, lebih baik memantau informasi dari radio atau informasi para petugas penanggulangan bencana," tambah Syamsidik.
Syamsidik menjelaskan bahwa tsunami dapat terjadi meskipun air pantai tidak surut, seperti tsunami yang menerjang kawasan Jepang pada bulan Maret 2011 lalu.
Masyarakat sering beranggapan bahwa semakin jauh air pantai yang surut, semakin besar pula tsunami yang akan menghantam, Syamsidik mengatakan bahwa hal itu tidak selalu tepat.
"Saat itu air di bibir pantai Jepang hanya surut sedikit saja, namun tsunami yang terjadi disana kekuatannya sangat besar," ujar Syamsidik.
Hal yang terbaik untuk dilakukan masyarakat adalah berlari sejauh-jauhnya dari bibir pantai dengan tenang dan tertib, jangan panik sambil memantau informasi dari radio.
Selain melarikan diri sejauh mungkin, masyarakat yang tidak mampu secara fisik juga diharapkan datang ke gedung evakuasi yang terdekat.
"Gedung evakuasi hanya bagi warga yang secara fisik tidak mampu, sebagai tempat usaha melarikan diri terakhir, namun sebaiknya berlari menjauhi pantai sebisanya," ujar Syamsidik.
Berdasarkan pengalaman gempa berkekuatan 8.5 SR yang mengguncang wilayah Aceh pada Rabu (11/4) lalu, hanya sekitar 80 warga yang memilih untuk menyelamatkan diri mereka ke gedung evakuasi di Gampong Pie, Kecamatan Meuraxa, Kota banda Aceh.
Sedikitnya jumlah warga yang menyelamatkan diri gedung evakuasi tidak bisa dijadikan tolak ukur efektifitas keberadaan gedung evakuasi tersebut di tengah masyarakat, karena yang paling benar adalah menjauh sebisa mungkin dari bibir pantai kalau ada gempa dengan skala yang cukup besar, tutupnya.