REPUBLIKA.CO.ID,YOGYAKARTA - Keluarga Besar Trah Pakualaman "Hudyana" menolak pengangkatan KPH Anglingkusumo sebagai Paku Alam IX. Karena hal itu merupakan tindakan yang merendahkan martabat Kadipaten Pakualaman.
Hal itu dikemukakan Koordinator Trah Pakualaman "Hudyana" KPH Kusumoparastho pada wartawan di Puro Pakualaman Yogyakarta, Senin (16/4). Menurut dia, pengangkatan seorang Adipati tidak dapat dilakukan sambil lalu dalam sebuah kegiatan, mengingat kedudukan Adipati sebagai jabatan terhormat.
Seperti yang telah diberitakan, masyarakat Adikarto Kulonprogo bersama dengan Masyarakat Hukum Adat Sabang-Merauke mengukuhkan Kanjeng Pangeran Harjo (KPH) Anglingkusumo sebagai KGPAA Pakualam IX, di Pendopo Glagah, Kulonprogo, Ahad (15/4). Padahal saat ini sudah ada KPH Ambarkusumo yang jumeneng sebagai Pakualam IX.
Pengukuhan ini dilaksanakan dalam rangkaian ritual budaya Sedekah Bumi, sebagai ungkapan rasa syukur atas hasil panen nelayan dan petani yang baik. Juga dalam rangka menyongsong dua abad Kadipaten Pakualaman yang didirikan KGPAA Pakualam I dan 102 tahun KGPAA Paku Alam VIII.
Lebih lanjut Kusumoparastho mengatakan pengangkatan seorang Adipati sudah ada sistem internal yang menganturnya sebagai paugeran. ''Dengan diangkatnya KGPAA Paku Alam IX tanggal 26 Mei 1999 yang saat ini menjadi wakil gubernur DIY kita anggap sudah selesai. Maka karena beliua sudah sepuh, maka belum lama ini KGPAA Paku Alam IX menunjuk Putra Mahkota dan sistem ini berjalan lancar,''jelas dia.
Hanya masalahnya dinamika yang ada dan yang mengukuhkan diri itu masih dalam satu kerabat, hal ini masalah kesopanan saja. ''Proses pengangkatan KGPAA Paku Alam IX ini sudah melalui proses paugeran yakni dari usia yang tertua, dari kesepakatan seluruh sentono (Hudyana mendukung yang bertahta), dari masyarakat tidak ada penolakan,''jelas salah seorang tim sistensi RUUK KRT Kusumo Sunjoto.
Lebih lanjut dia mengungkapkan bila pengukuhan KPH Anglingkusumo sebagai KGPAA Paku Alam IX ini dikarenakan akumulasi kekecewaan kenapa baru sekarang dan kenapa tidak dulu-dulu?. ''Menurut saya kemungkinan adanya pemicu misalnya bisa saja kaitannya dengan masalah RUUK. Karena sebagai tim asistensi RUUK saya melihat apakah ini bukan buatan (direkayasa), kaitannya dengan kekecewaan pada waktu pilkada karena yang dicalonkan kalah,''ungkap dia.