REPUBLIKA.CO.ID, -- Setidaknya, sekitar 1.600 tahanan Palestina di penjara-penjara Israel melancarkan aksi mogok makan secara terbuka pada Selasa (17/4). Mereka memprotes Israel yang semena-mena melakukan penahanan tanpa tuduhan. Mereka juga protes akan kondisi penjara isolasi yang dilakukan negara zionis tersebut.
Aksi mereka bertepatan dengan pembebasan Khader Adnan, seorang tahanan yang melakukan aksi mogok makan selama 66 hari. Adnan dibebaskan pada Selasa malam dan langsung disambut oleh para pendukungnya di Tepi Barat. Adnan terinspirasi dari seorang tahanan perempuan, Hana Shalabi yang menolak makan selama 43 hari. Hana kini dideportasi Israel ke Gaza dan melarangnya ke Tepi Barat selama tiga tahun.
Mogok makan yang dilakukan beberapa individu tersebut ternyata menyebabkan momen tak terduga yang mengarah kepada aksi massa tahanan Israel. Mereka mengkritik penahanan secara administratif yang dilakukan Israel. Israel memenjarakan tersangka tanpa batas waktu, tanpa tuduhan dan tanpa pengacara.
Selain itu, mereka meminta perbaikan kondisi tawanan, seperti diperbolehkanya belajar atau mengikuti informasi di luar penjara lewat media. Mereka juga memprotes perlakukan tak senonoh dan menghina keluarga tawanan saat berkunjung dengan menerapkan pemeriksaan telanjang dan penyiksaan massal lainnya.
International Middle East Media Center menyatakan, lebih dari 4.700 rakyat Palestina berada dalam penjara Israel. Jumlah itu termasuk di antaranya sembilan tahanan wanita dan 190 tahanan anak-anak. Kebanyakan tahanan Palestina berasal dari Tepi Barat.
Ribuan tahanan bergabung melakukan aksi protes yang juga bertepatan dengan “Hari Tahanan Palestina”. Otoritas penjara Israel mengatakan sekitar 2.300 tahanan akan melakukan aksi mogok makan, sementara 1.200 lainnya sudah melakukan aksi mogok makan.
“Otoritas Penjara Israel siap mengatasi aksi tersebut, dahulu dan sekarang,” kata pejabat penjara yang tak disebutkan namanya.
“Saya takut kehidupan anak saya, takut untuk kehidupan mereka. Semua tahanan seperti anak saya," kata penduduk Gaza Zbaida Al-Masri, menambahkan bahwa anaknya, Yusri, telah ditahan selama dua puluh tahun tanpa tuntutan yang jelas.