REPUBLIKA.CO.ID, YANGON -- Para anggota parlemen baru terpilih partai oposisi Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD) pimpinan Aung San Suu Kyi Jumat (20/4) berencana bertemu untuk mempertimbangkan memboikot parlemen. Menurut anggota senior NLD, rencana itu dirancang, karena sengketa mendalam tentang sumpah konstitusional.
Ini adalah isyarat pertama dari perselisihan serius antara NLD dan rezim reformis sejak pemilihan sela 1 April yang
memberikan kursi Suu Kyi, mantan tahanan politik ini di parlemen. NLD meraih 43 dari 44 kursi yang diperebutkan dalam pemilu sela bulan ini, menjadi kekuatan oposisi utama di parlemen nasional yang tetap didominasi oleh militer dan sekutu politiknya.
Seorang anggota senior NLD yang melakukan perjalanan ke Naypyidaw, pada Kamis, meminta pemerintah untuk mengubah kata-kata dalam sumpah itu dari kata "perlindungan" menjadi "menghormati" konstitusi. Sumpah itu disusun oleh penguasa bekas negara militer itu.
"Para pejabat di kantor pengadilan konstitusi menolak untuk mengubah kata-kata tersebut. Jadi kita akan membahas lagi hari ini di kantor pusat kami. Apakah kita menghadiri sidang pelantikan parlemen itu akan tergantung pada hasil pertemuan. Kami belum membuat keputusan tegas," katanya, seperti dilansir AFP.
NLD ingin mengajukan banding kepada Presiden Thein Sein untuk mengatasi masalah tersebut, tetapi mantan jenderal itu sedang melakukan kunjungan luar negeri ke Jepang. Suu Kyi telah diundang bersama dengan anggota parlemen lainnya untuk mengambil tempat duduk mereka di majelis rendah.
Para pengamat mengatakan, rezim memerlukan Suu Kyi di parlemen untuk memperkuat legitimasi sistem politik dan untuk memacu pengurangan sanksi Barat. Pemenang Hadiah Nobel Perdamaian itu mengatakan, salah satu prioritasnya adalah untuk mendorong amandemen konstitusi tahun 2008, di mana seperempat dari kursi di parlemen dicadangkan bagi para pejabat militer, tidak dipilih.