REPUBLIKA.CO.ID, PURWOKERTO - Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Semarang, Jawa Tengah kembali membebaskan tersangka korupsi. Kali tersangka yang dibebaskan adalah seorang terdakwa korupsi dalam dalam kasus proyek pembangunan pemancar fiktif RRI Purwokerto, Teguh Tri Murdiono.
Terkait pembebasan tersangka Jawa Tengah, Koordinator Divisi Monitoring Kinerja Aparat Penegak Hukum KP2KKN Jateng, Eko Haryanto, mengaku tidak bisa memahami mengapa majelis hakim membebaskan terdakwa. "Ini benar-benar sudah keterlaluan. Lagi-lagi, yang membebaskan adalah majelis hakim yang dipimpin Lilik Nuraini," katanya, kepada Republika, Jumat (20/4).
Dia menyebutkan, keputusan majelis hakim di bawah pimpinan Lilik Nuraini membebaskan terdakwa kasus korupsi di RRI Purwokerto ini, menambah panjang daftar tersangka korupsi yang dibebaskan majelis hakim ini. "Sebelumnya, sudah ada empat tersangka yang dibebaskan Hakim Lilik, yang merupakan hakim karir ini," jelas Eko.
Tiga terdakwa dibebaskan dalam vonis akhir, sedangkan seorang dibebaskan melalui putusan sela. "Dengan dibebaskannya Teguh Tri Murdiono, berarti sudah lima orang tersangka kasus korupsi yang dibebaskan hakim Liliek," tambahnya.
Para tersangka yang dibebaskan sebelumnya, terdiri dari Agus Sukmaniharto yang didakwa melakukan korupsi dalam proses ganti rugi lahan pengganti Tol Semarang-Solo di Jatirunggo senilai Rp 12,1 miliar, mantan Bupati Sragen, Untung Sarono Wiyono Sukarno dalam kasus penyalahgunaan dana APBD Sragen senilai Rp 11,2 miliar, dan mantan kepala PT Adhi Karya Cabang Semarang-Yogyakarta, Suyatno, dalam kasus penyuapan terhadap mantan Bupati Kendal, Hendy Boedoro senilai Rp 13, 5 miliar.
Sedangkan tersangka yang dibebaskan dalam putusan sela, Yanuelva Etliana yang didakwa melakukan korupsi menggunakan jaminan fiktif untuk mengajukan kredit di Bank Jateng Cabang Syariah Semarang. Jaminan fiktif tersebut berupa Surat Perjanjian Pekerjaan (SPP) dan Surat Perintah Mulai Kerja (SPMK) dari Badan Penanggulangan Bencana Daerah Provinsi Jawa Tengah, KPU Kendal, KPU Demak, Dinas Cipta Karya (KIMTARU) dan OTDA Provinsi Jateng, Dinas OTDA kota Semarang, dan BPPT Kota Semarang. Jumlah kredit yang diperoleh senilai Rp 39 M.
Eko menyebutkan, terkait dengan kinerja hakim Lilik yang tergolong sangat banyak membebaskan terdakwa korupsi ini, KP2KKN Jawa Tengah, sebenarnya sudah melaporkan ke Komisi Yudisial. Namun sampai sekarang, sepertinya masih sedang dalam proses penyelidikan.
Soal kemungkinan KP2KKN meminta pencopatan hakim Lilik sebagai salah satu hakim tipikor, Eko mengaku, hal itu meruapakan kewenangan lembaga Mahkamah Agung (MA). "Masukan mengenai masalah kinerja hakim yang buruk ini, biasanya diajukan oleh Komisi Yudusial. Jadi biarkan lembaga itu yang mengurus," katanya.
Dalam kasus korupsi pemancar RRI fiktif ini, sebenarnya ada tiga orang yang dijadikan terdakwa Kejaksaan Negeri (Kejari) Purwokerto. Ketiganya terdiri dari Teguh Tri Murdiono (55), yang merupakan Direktur Utama PT Tiga Lima Empat Utama Purwokerto selaku kontraktor proyek, mantan Kepala RRI Purwokerto, Sigit Kamseno dan mantan Pimpinan Sentra Kredit Kecil Bank Negara Indonesia (BNI) Cabang Purwokerto, Agus Sudrajat.
Persidangan ketiga terdakwa oleh Pengadilan Tipikor itu sendiri, dilakukan terpisah. Meskipun ketiganya sebenarnya didakwa dengan dakwaan yang sama, yang didakwa korupsi dana senilai Rp 4,8 miliar untuk pembangunan pemancar RRI yang ternyata tidak pernah dibangun.
Untuk persidangan terdakwa Sigit Kamseno, pengadilan tipikor dengan majelis hakim yang dipimpin John H Butar Butar, menjatuhkan vonis satu tahun penjara. Jauh lebih rendah dari tututan hukuman yang diajukan jaksa, berupa hukuman penjara tujuh tahun enam bulan dan denda Rp 200 juta. Sedangkan sidang dengan terdakwa Agus Sudrajat, saat ini masih dalam proses persidangan.
Mengenai putusan bebas yang dijatuhkan majelis hakim yang dipimpin Lilik Nuraini terhadap terdakwa Teguh Tri Murdiono ini, hakim Lilik beralasan bahwa kasusnya sudah pernah disidang. Majelis hakim menyatakan, tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) tidak dapat diterima karena orang tidak dapat dituntut dua kali terhadap perbuatan yang sama atau nebis in idem.
Terdakwa Teguh Tri Murdiono, pada 2010 memang sudah dijatuhi hukuman selama satu tahun penjara oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Purwokerto. Namun dalam pengusutan yang saat itu dilakukan Polwil Banyumas sebelum dilikuidasi tersebut, Teguh didakwa dengan pasal pemalsuan. Yakni, telah memalsukan surat perintah kerja untuk pembangunan alat pemancar fiktif RRI.
Mengenai alasan hakim Lilik bahwa kasus itu merupakan nebis in idem, Eko menyebutkan bahwa alasan itu tidak bisa diterima. "Hakim sepertinya hanya melihat perkara pada bagian kulitnya saja. Mestinya, dia tahu bahwa dalam dakawaan yang dulu dia hanya didakwa dengan pasal pemalsuan. Sedangkan sekarang dalam kasus korupsi. Ini jelas sangat berbeda," katanya.