REPUBLIKA.CO.ID, PARIS - Rezim Bashar al-Assad Suriah dianggap gagal oleh Prancis dalam memenuhi rencana perdamaian PBB. Negara itu pun, Kamis (19/4) memeringatkan kemungkinan terjadinya perang saudara di negeri itu, kecuali jika pemantau asing memperoleh kesempatan untuk mengawasi gencatan senjata.
Menteri Luar Negeri Alain Juppe menyampaikan hal itu dalam sebuah konferensi dihadapan selusin pejabat senior Ameria Serikat yang mendukung rencana sanksi terhadap Suriah. Sanksi itu ditujukan guna memaksa Bashar mematuhi rencana utusan PBB Kofi Annan.
"Rencana Annan adalah suatu kesempatan untuk perdamaian, suatu kesempatan yang tidak boleh diabaikan," katanya. Ia juga memuji revolusi pro-demokratik melawan Bashar yang memainkan perannya dan mencela apa yang dilihatnya sebagai sikap keras kepala rezim.
"Oposisi telah memenuhi kewajibannya berdasarkan rencana Annan, yang disambut baik oleh Dewan Nasional Suriah," katanya. Ucapan Juppe engacu pada payung utama yang mewakili beragam pasukan anti-rezim.
"Kelompok-kelompok di lapangan telah menghormati gencatan senjata, walaupun faktanya koordinasi antara mereka sangat sulit dengan adanya provokasi dari rezim," kata dia. "Kami tidak dapat mengatakan hal yang sama pada rezim Suriah. Mereka melakukan taktik represif tanpa rasa malu dan telah mengakibatkan puluhan orang tewas sejak gencatan senjata itu mulai berlaku," katanya.
Ia menyerukan sanksi lebih keras lagi pada Damaskus dan agar jumlah dan kemampuan tim kecil pemantau PBB di lapangan perlu ditingkatkan, agar dapat terbentuk tim pemantau yang "kuat dan kredibel" dengan memberikan transportasi darat dan udara untuk menjelajahi negeri itu.
"Rencana Annan merupakan jaminan perdamaian dan kebebasan -- mencegah perang sipil, dan bahkan regional. Mari kita pikul bersama tanggung jawab ini," katanya seraya mendesak negara-negara kekuatan dunia mendukung upaya perdamaian PBB dan Liga Arab.