REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Rencana pemerintah membatasi akses BBM bersubsidi secara bertahap mulai Mei mendatang, dinilai menguntungkan SPBU asing. Bahkan Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), menyebut ada kepentingan asing yang bermain dalam kebijakan pemerintah tersebut.
"Ada kepentingan asing (dalam pembatasan BBM bersubsidi)," kata Pengurus Harian YLKI, Tulus Abadi dalam diskusi di Warung Daun, Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (21/4).
Ia mengatakan, dengan asumsi kualitas dan pelayanan yang lebih unggul, konsumen diperkirakan akan beralih ke SPBU asing daripada SPBU Pertamina. Kebijakan ini menurut Tulus juga akan meningkatkan kebutuhan pasokan impor terhadap BBM jenis pertamax. "Lagi-lagi industri minyak asing yang diuntungkan," sebut Tulus.
Di kesempatan yang sama, Ketua Umum Himpunan Wiraswasta Nasional Minyak dan Gas (Hiswana Migas) Eri Purnomo Hadi mengatakan, ada upaya pengalihan produk BBM oktan 88 (premium) ke produk beroktan 92 (pertamax) dan 95 (pertamax plus) secara besar-besaran di balik kebijakan ini. Ke depannya, sekitar 70 persen pasokan di pasaran akan diganti dua jenis BBM nonsubsidi tersebut. "Pertamina akan kehilangan pasar sekitar 30 persen," kata Eri yang menanggapi dingin rencana pembatasan BBM.
Sementara itu, Ketua Departemen Keuangan Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Demokrat, Ikhsan Modjo menuturkan, konteks asing ini semestinya tidak menjadi perdebatan sepanjang konsumen diuntungkan. Kebijakan ini, menurut dia, justru untuk memicu Pertamina untuk meningkatkan daya saing. "Lagipula dari berbagai SPBU asing yang beroperasi, cuma Shell yang impor dari Singapura. Lainnya beli dari Pertamina," tukasnya.