REPUBLIKA.CO.ID, BEIRUT – Dewan Keamanan PBB dengan suara bulat memutuskan resolusi untuk menambah 300 pemantau militer tak bersenjata ke Suriah selama tiga bulan, Sabtu (21/4).
Pemantau akan mengawasi gencatan senjata dan menerapkan usulan perdamaian Kofi Annan yang telah disetujui pemerintah Suriah.
Keputusan 15 anggota DK PBB tersebut diambil di tengah kekhawatiran negara-negara Barat atas kegagalan gencatan senjata. Keputusan juga dibuat beberapa jam setelah tim pemantau diperbolehkan masuk ke Kota Homs setelah pertempuran selama berbulan-bulan.
Oposisi mengatakan, pertempuran berhenti untuk pertama kalinya dalam beberapa pekan sebelum pemerintah Suriah mengizinkan pemantau ke Homs.
Adapun resolusi itu nantinya akan bergantung pada penilaian Sekretaris Jenderal PBB, Ban Ki-moon, mengenai kepatuhan terhadap kesepakatan damai usulan Kofi Annan. Nantinya, Ban akan melaporkan perkembangan di Suriah kepada DK PBB setiap 15 hari.
Keputusan DK PBB menambah pemantau di Suriah disambut baik Ban Ki-moon. "Sekjen PBB mendesak pemerintah Suriah dan pihak-pihak lain untuk mewujudkan situasi yang kondusif agar tim pemantau bisa menjalankan tugas dengan sebaik-baiknya," kata Juru Bicara Ban Ki-moon.
Sementara itu, resolusi mencatat bahwa penghentian kekerasan oleh pemerintah dan oposisi belum berhasil. Resolusi berisi peringatan agar dewan mempertimbangkan langkah selanjutnya jika pemerintah Suriah dan oposisi tak juga melakukan gencatan senjata. Resolusi juga berisi desakan untuk memerbolehkan transportasi lewat udara untuk tim pemantau.
Resolusi ini sepertinya dipandang sebelah mata oleh Amerika Serikat. Terbukti bahwa Duta Besar AS untuk PBB, Susan Rice, menyatakan tidak akan mendukung perpanjangan mandat setelah tiga bulan jika pemerintah Suriah tidak melaksanakan enam poin usulan Annan. "Pemerintah Suriah telah mengabaikan DK dan kesabaran AS telah habis," kata Rice.