REPUBLIKA.CO.ID, TEL AVIV - Israel semakin was-was dengan penghentian pasokan minyak ke Israel oleh Mesir. Israel menyebut 'keprihatinan mendalam' atas penghentian kesepakatan ekspor minyak ke Tel Aviv.
Pada Ahad (22/4), perusahaan minyak milik negara, Egyptian Natural Gas Holding Company mencabut perjanjian pada 2005, dimana Mesir bersedia memasok minyak ke Israel. Israel selama ini sangat bergantung dengan persediaan minyak Mesir, untuk sebagai sumber daya penghasilan listrik.
"Ini adalah preseden berbahaya yang akan mengganggu perjanjian damai," kata Menteri Keuangan Israel, Yuval Steinitz yang dilansir Presstv, Senin (23/4). Steinitz merujuk pada perjanjian perdamaian yang disponsori pihak Israel dan Mesir pada 1979 lalu.
Sementara itu, pemimpin oposisi Israel Shaul Mofaz kepada media lokal mengatakan, penghentian ini adalah tingkatan terendah dalam hubungan Mesir-Israel. "Penghentian ini pelanggaran yang jelas dari perjanjian damai," ujar Mofaz
Penyediaan minyak oleh Mesir ke Israel terus-menerus menjadi topik perdebatan di kalangan masyarakat Mesir setelah tumbangnya rezim Mubarak. Rakyat Mesir memandang Tel Aviv telah memanfaatkan Mesir selama ini. Kesepakatan Mesir-Israel itu mewajibkan Mesir untuk memasok minyak ke Israel, sebagai salah satu faktor utama ekonomi dari pendukung perjanjian perdamaian.
Kesepakatan itu hanya memberikan pemasukan ekspor 2,5 miliar dolar bagi Mesir. Sedangkan Israel menerima lebih dari 40 persen pasokan gas Mesir dengan harga sangat rendah. Kesepakatan yang merugikan ini membuat 73 persen warga Mesir menetang kesepakatan yang telah terjadi selama lebih dari 30 tahun itu.
Mesir sejak lama digunakan Israel sebagai sekutu terkuat Arab selama pemerintahan mantan diktator Husni Mubarak. Penggulingan rezim Mubarak pada revolusi Mesir Februari 2011 lalu mengakhiri 30 tahun pemerintahan yang menjalin kerjasama dengan Israel ini.