REPUBLIKA.CO.ID, DEPOK - Pakar Krimininologi Universitas Indonesia (UI) Muhammad Mustofa menilai keberadaan geng motor pita kuning, yang diduga melibatkan anggota TNI, yang belakangan meresahkan masyarakat, bukan hanya dikarenakan aksi balas dendam.
Menurutnya, keberadaan geng motor yang melibatkanpersonel TNI tersebut, juga dikarenakan adanya bentuk kekecewaan anggota TNI terhadap kinerja Kepolisian. Khususnya dalam mencegah dan mengantisipasi keamanan yang juga dilakukan geng motor lainnya.
"Bukan karena matinya kelasi Arifin saja, tapi ada kekecewaan dari oknum tersebut," kata Mustofa, Senin(23/4).
Mustofa memberikan salah satu contoh kekecewaan para oknum tersebut, seperti semakin maraknya balapan liar yang dilakukan geng motor lainnya. Akan tetapi tidak ada respon atau tanggap dari kepolisian untuk menekan balapan liar tersebut.
Hal itu menurutnya mencerminkan Polisi tidak mampu mengantisipasi keberadaan geng motor. "Police Watch mengatakan, balapan liar di Jakarta semakin banyak titiknya," terang Mustofa.
Contoh lainnya, kata Mustofa juga terlihat dari semua titik penyerangan, yang dilakukan oleh motor pita kuning, salah satunya adalah pos polisi. "Itu suatu simbol dan pernyataan mereka," kata Mustofa.
Mustofa menambahkan, saat sekarang masih ada oknum militer yang merasa peduli terhadap kejahatan. Sebelum masalah kejahatan diserahkan kepada polisi, oknum militer tersebut merasa ingin menanganinya. "Mereka yang tidak rela, apalagi saat ini polisi tidak bisa memegang fungsi yang diharapkan," katanya.
Sepanjang masih ada pemisahan sipil dan militer, ada yang mengatakan telah menegakkan hukum padahal tidak, fungsi yang diberikan masih lemah dan kejahatan terus terjadi. "Maka pengambil alihan fungsi tetap terjadi," katanya.
Geng motor pita kuning melakukan penyerangan pada 7, 8, dan 13 April kemarin. Atas aksinya, mengakibatkan dua orang meninggal dan beberapa orang kritis. Aksi ini diduga sebagai pembalasan atas aksi yang berujung tewasnya Kelasi Arifin.