REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK) menilai RUU MA yang disusun atas usul inisiatif DPR memperbesar intervensi DPR terhadap MA. Hal tersebut tercermin di Bab VII, Bab VIII, dan Bab IX RUU tersebut.
"Kenapa RUU ini dianggap bermasalah? Karena RUU ini membuka peluang DPR melakukan fit and proper test (terhadap para hakim agung)," ujar peneliti PSHK, Fajri Nursyamsi, pada acara diskusi media briefing "RUU Mahkamah Agung: Ancaman Terhadap Independensi Peradilan" di Jakarta, Selasa (24/4).
Pada Bab VII diatur perbesaran lingkup pengawasan DPR terhadap MA. Sedangkan pada Bab VIII diatur perbesaran ketentuan yang membatasi kewenangan MA dalam memutus perkara. Sedangkan Bab IX diatur perbesaran ketentuan sanksi guna mengefektifkan dua bab sebelumnya. "Tiga bab ini saling berkaitan," kata Fajri.
PSHK, kata Fajri, mencatat intervensi DPR terhadap MA ini merupakan tipikal DPR menciptakan UU pada tahun 2011 ini. "Ini bukan hal yang baru karena kualitas RUU tahun 2011 ini selalu merujuk pada tiga hal, yakni perbesaran intervensi DPR atau parpol, pembentukan lembaga baru, serta pembatasan kebebasan masyarakat sipil," katanya.