REPUBLIKA.CO.ID, BEIRUT – Korban jiwa masih berjatuhan di Suriah meskipun tim pemantau PBB sudah masuk sepekan lalu. Sedikitnya 60 orang tewas pada Senin (23/4) di Kota Hama, Suriah.
"Tiga puluh satu warga sipil tewas karena tembakan pasukan pemerintah di lingkungan Arbaeen di Kota Hama," kata Observatorium Suriah untuk Hak Asasi Manusia (HAM).
Dikatakan juga, 16 lainnya tewas di provinsi barat laut Idlib. Sementara 13 dari mereka termasuk perempuan dan anak-anak, tewas akibat ledakan tambang di desa Jarjanaz. Korban tewas lainnya—termasuk lima tentara pemerintah—tewas dalam aksi kekerasan di sejumlah wilayah lain di Suriah.
Kekerasan tetap berlangsung meski gencatan senjata diberlakukan sejak 12 April. Kekerasan juga tetap terjadi ketika tim pemantau PBB masuk ke Suriah.
Duta Besar Arab Saudi untuk PBB, Abdullah Al-Muallemy, menyebut Suriah tidak mematuhi komitmen terhadap rencana utusan PBB-Liga Arab, Kofi Annan. Rezim Assad, katanya, terus melakukan pembunuhan dan penindasan terhadap warga Suriah.
Sementara itu, Sekretaris Jenderal PBB meminta Presiden Bashar Al-Assad agar menjamin perlindungan pemantau tak bersenjata dan memungkinkan mereka untuk bepergian dengan bebas di seluruh negeri.
Wakil Sekjen PBB untuk urusan politik, B Lynn Pascoe, mengatakan kepada Dewan Keamanan PBB bahwa gencatan senjata tidak lengkap. "Terlalu banyak nyawa terbuang, pelanggaran masih dilakukan. Ini harapan kami, bahwa penyebaran tim pemantau di Suriah akan membantu menghentikan kekerasan," kata Pascoe.
Sebelumnya, DK PBB dengan suara bulat menyetujui pengiriman 300 pemantau tak bersenjata ke Suriah selama tiga bulan untuk memantau gencatan senjata. Duta Besar AS untuk PBB, Susan Rice, mengatakan kekhawatiran mengenai kondisi pemantau. "Misi PBB luar biasa berisiko dan berbahaya," katanya.