Rabu 25 Apr 2012 22:36 WIB

Inilah Rekomendasi Amnesty Internasional ke Pemerintah

Rep: Umi Lailatul/ Red: Dewi Mardiani
Sejumlah pasukan Brimob Polda NTB bersiap melakukan pembubaran massa yang melakukan pemblokiran Pelabuhan Sape, Kecamatan Sape, Bima, Kabupaten Bima, NTB, Sabtu (24/12).
Foto: Antara/Rinby
Sejumlah pasukan Brimob Polda NTB bersiap melakukan pembubaran massa yang melakukan pemblokiran Pelabuhan Sape, Kecamatan Sape, Bima, Kabupaten Bima, NTB, Sabtu (24/12).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Amnesty Internasional (AI) menilai adanya pembiaran (impunitas) kekerasan yang dilakukan oleh aparat kepolisian. Untuk itu, AI mendesak pemerintah untuk memperbaiki strategi polisi dalam penanganan ketertiban umum. Selain itu, upaya impunitas yang dilakukan polisi harus segera dihentikan.

AI memberikan enam rekomendasi untuk mengatasi masalah tersebut. Pertama, memastikan agar polisi secara cepat dan tepat untuk melaporkan setiap cedera atau kematian karena penggunaan kekuatan dan senjata api ke atasan mereka. Kedua, investigasi yang menyeluruh dan efektif oleh badan yang independen terhadap hal tersebut.

Rekomendasi ketiga, kata Koordinator AI, Josef Benedict, di kantor Kontras, Rabu (25/4) adalah memastikan ada catatan tentang nama petugas yang menerima, berikut tanggal, jam, nomor registrasi senjata serta tipe jumlah amunisi yang digunakan saat pelaporan itu diserahkan.

Rekomendasi selanjutnya, kata dia, melakukan peninjauan terhadap taktik polisi dan penggunaan kekuatan dan senjata api pada saat penertiban oleh polisi. "Ini bertujuan untuk memastikan bahwa hal tersebut telah memenuhi SOP internasional".

Rekomendasi kelima adalah memastikan agar semua petugas kepolisian memahami peraturan Kapolri No 1 tahun 2009 tentang penggunaan kekuatan dalam tindakan kepolisian dan peraturan Kapolri No 8 tahun 2009 tentang implemetasi prinsip dan standar HAM dalam penyelengaraan tugas polisi. Terakhir, kata dia, adalah merevisi komisi kepolisian untuk memastikannya sebagai mekanisme pengawasan polisi eksternal yang efektif.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement